Penetapan Jakarta sebagai ibu kota memang baru dikeluarkan pada tahun 1964 melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia dengan Nama Jakarta.
"UU tersebut keluar setelah hampir 19 tahun galau menentukan ibu kota yang ideal," lanjut Kompasianer Shendy Adam.
Pertanyaan menarik saat ini adalah, jika Ibu Kota pindah bagaimana dengan desentralisasi asimetris terhadap Jakarta? (Baca selengkapnya)
3. PPDB Sistem Zonasi dan Penjaminan Mutu Pendidikan
Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) hampir selalu diwarnai oleh berbagai masalah, seperti kebingungan atau kesulitan orangtua yang akan mendaftarkan anaknya ke sekolah negeri apalagi saat ini diberlakukan sistem zonasi.
Pada praktiknya kemudian PPDB dengan sistem zonasi pada jenjang SD, SMP, dan SMA tidak semulus yang dibayangkan.
"Dengan adanya PPDB berbasis zonasi, siswa-siswa unggulan yang awalnya berada di sekolah-sekolah tertentu, menjadi tersebar ke banyak sekolah," tulis Kompasianer Idris Apandi.
Meski demikian, PPDB sebenarnya bisa membuat sekolah-sekolah lebih kompetitif. (Baca selengkapnya)
4. Yogyakarta, Menuju Kota Ramah Pejalan Kaki
Ada yang sangat berbeda di kawasan jalan Malioboro, Yogyakarta pada Selasa (18/6/2019) siang.
"Pemkot Yogyakarta melakukan uji coba penataan kawasan semi pedestrian di kawasan Malioboro dan memberlakukan larangan kendaraan bermotor (kecuali Bus Trans Jogja, truk sampah, ambulans) untuk memasuki kawasan ini," tulis Kompasianer Yusticia Arif.
Meski kebijakan Pemkot ini memang masih menuai pro dan kontra dari beberapa kalangan, tetapi Yogyakarta mengalami pertumbuhan kepadatan lalu lintas yang luar biasa.
"Bahkan menduduki peringkat 4 kota dengan predikat macet menurut salah satu lembaga survei di Indonesia," lanjutnya. (Baca selengkapnya)
5. Bayi Bilingual dan Manfaatnya untuk Masa Depan
Berbeda dengan orang dewasa, menurut Kompasianer Riza Hariati, bayi mempunyai kemampuan menyerap dua bahasa.
Tetapi, ternyata tidak sedikit orangtua merasa khawatir perkembangan bahasa bayinya akan jadi lebih lambat jika diajarkan berbicara lebih dari satu bahasa saja.
"Ini kemungkinan besar didasarkan atas pemahaman diri mereka sendiri saat belajar berbahasa," tulis Kompasianer Riza Hariati.
Jadi, apakah kita harus melatih bayi kita dalam dua bahasa agar bisa bersaing di dunia global? (Baca selengkapnya)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.