JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Direktur Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin menyebut salah satu saksi yang dihadirkan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di sidang Mahkamah Konstitusi telah memberikan keterangan dan sumpah palsu.
Saksi yang dimaksud yakni caleg PBB Chairul Anas. Chairul dalam kesaksiannya mengaku pernah hadir dalam pelatihan saksi yang digelar TKN. Ia menyebut dalam pelatihan itu TKN meminta saksi untuk berbuat kecurangan.
Namun Lukman Edy menegaskan bahwa Chairul tak pernah hadir dalam pelatihan saksi yang dilakukan TKN.
Baca juga: Disebut Ajarkan Berbuat Curang, TKN Duga Saksi Prabowo-Sandi Salah Paham
"Chairul Annas tidak pernah mengikuti pelatihan ToT (training of trainer) saksi. Dia telah melakukan sumpah palsu, dan menyebar kebohongan publik," kata Lukman dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/6/2019).
Lukman membantah keterangan Anas bahwa Moeldoko pernah menyebut kecurangan adalah bagian dari Demokrasi. Bahkan menurut dia, Moeldoko tidak pernah mengisi materi di ToT Saksi itu. Moeldoko hanya mengisi acara pada saat penutupan.
"Apa yang dia sampaikan semuanya kebohongan belaka dan halusinasinya dia saja," kata Lukman.
Lukman menyebut, materi kecurangan bagian dari demokrasi diisi oleh instruktur dari panitia dan direktorat saksi. Konteksnya juga adalah soal inventarisasi potensi-potensi kecurangan dalam demokrasi.
"Kami menginventarisasi kemungkinan kecurangan yang akan dilakukan oleh pihak lawan, sehingga bisa diantisipasi oleh saksi 01," kata dia.
Sebelumnya dalam persidangan, Chairul Anas mengaku pernah mengikuti training of trainer atau pelatihan yang diadakan TKN Jokowi-Ma'ruf.
Baca juga: Jadi Saksi di MK, Caleg PBB Mengaku Ikut Pelatihan TKN soal Kecurangan Bagian dari Demokrasi
Menurut Anas, salah satu pemateri dalam pelatihan itu adalah Wakil Ketua TKN Moeldoko. Anas menuturkan, salah satu materi yang disebutkan Moeldoko adalah istilah kecurangan bagian dari demokrasi.
Anas kemudian ditanya oleh hakim, apakah istilah tersebut merupakan ajaran agar berlaku curang. Menurut Anas, dalam pelatihan itu memang tidak diajarkan untuk curang.
Namun, menurut Anas, seolah-olah istilah tersebut menegaskan bahwa kecurangan adalah sesuatu yang wajar dalam demokrasi.
"Lebih cenderung mengatakan bahwa kecurangan adalah suatu kewajaran," kata Anas.