Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapi Pengacara Sjamsul Nursalim, KPK Sebut Penanganan Kasus BLBI Sesuai Prosedur

Kompas.com - 19/06/2019, 22:36 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menegaskan, proses penanganan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sudah berjalan sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Febri menanggapi pernyataan Otto Hasibuan selaku kuasa hukum pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim. Sjamsul dan Itjih menjadi tersangka dalam pengembangan kasus BLBI tersebut.

KPK, kata Febri, mengacu pada putusan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.

Baca juga: Kuasa Hukum: Sjamsul Nursalim di Singapura, KPK Juga Tahu

"Karena itu KPK sangat yakin proses hukum ini sah dan sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Jadi ketika KPK maju melakukan penyidikan termasuk penyidikan baru untuk dua tersangka dalam kasus BLBI ini, itu berarti bukti yang kami miliki setidaknya Menurut kami itu sudah sangat meyakinkan," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (19/6/2019).

Febri pun menyoroti pernyataan Otto Hasibuan yang menyesalkan penetapan Sjamsul dan Itjih sebagai tersangka.

Otto menganggap hal itu bertentangan dengan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia dengan Sjamsul sebagaimana tertuang dalam Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) tanggal 21 September 1998. Perjanjian tersebut ditandatangani antara pemerintah dan Sjamsul.

Menurut Otto, Sjamsul pada tanggal 25 Mei 1999 telah memenuhi kewajibannya untuk membayar sebesar Rp 28,404 triliun dengan cara yang disepakati dalam MSAA.

Otto menganggap, seluruh kewajiban Sjamsul telah dibayar lunas. Hal itu dinyatakan pemerintah dalam surat release and discharge tertanggal 25 Mei 1999.

Inti dari surat tersebut, pemerintah berjanji dan menjamin untuk tidak menuntut Sjamsul dalam bentuk apapun, termasuk tidak melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan secara pidana sebagaimana ditegaskan dalam Inpres Nomor 8 tahun 2002.

"Pertanyaannya sederhana, apakah untuk BDNI ini dengan tersangka saat ini SJN dan istrinya semua kewajibannya sudah terpenuhi? Apakah semua kewajiban SJN sudah terpenuhi dalam kasus ini? Kami menilai berdasarkan bukti-bukti yang kami yakin sangat kuat masih ada Rp 4,58 triliun kewajiban yang belum terpenuhi atau hak negara yang belum kembali ke negara," kata Febri.

Febri memandang negara mengalami kerugian keuangan yang besar akibat kasus ini.

Contoh lainnya, pernyataan Otto soal audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tahun 2017 yang dianggap tidak sesuai dengan ketentuan hukum.

Menurut Otto, pelaksanaan audit investigasi BPK tahun 2017, selain bertentangan dengan hasil audit investigasi BPK tahun 2002 dan 2006.

Febri mengingatkan, majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat itu telah menegaskan dalam pertimbangannya bahwa majelis hakim tidak sependapat.

Karena sesuai keterangan ahli dari BPK di persidangan disampaikan bahwa audit BPK 2002 dan 2006 merupakan audit kinerja.

"Audit BPK tahun 2017 merupakan audit untuk tujuan tertentu untuk menghitung kerugian negara dan semua dokumen yang dijadikan dasar untuk melakukan audit diperoleh dari penyidik, namun jika terdapat kekurangan maka auditor meminta pada penyidik untuk melengkapi, sehingga dalam perkara ini pembelaan terdakwa (Syafruddin) dikesampingkan," kata dia.

Baca juga: Kuasa Hukum Sesalkan Sjamsul Nursalim Dijadikan Tersangka Meskipun Sudah Lunasi Kewajiban

Febri menilai, daripada tim penasihat hukum sibuk memberi bantahan, sebaiknya Sjamsul dan Itjih dibawa ke Indonesia untuk menyampaikan secara langsung dalam pemeriksaan di KPK.

Menurut Febri, KPK menyediakan ruang bagi Sjamsul dan Itjih untuk memberikan bantahan-bantahan dengan bukti-bukti yang diajukan keduanya.

"Kalau pihak Sjamsul Nursalim misalnya punya bukti yang lain, silakan datang ke Indonesia, hadir memenuhi pemeriksaan penyidik KPK dan ajukan bukti sebaliknya. Pasti akan sangat kami hargai itu," kata Febri.

Kompas TV Sjamsul Nursalim ditetapkan KPK sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sjamsul adalah pengendali saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Dirinya diduga terlibat dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI. Atas keterlibatannya, Sjamsul diduga telah merugikan negara sebesar Rp 4,58 triliun. Tak hanya Sjamsul Nursalim, istrinya Itjih Nursalim juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, pemanggilan keduanya telah dilakukan sesuai proses hukum sebagaimana diatur dalam pasal 44 undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Tak hanya sekali, KPK telah melakukan pemanggilan sebanyak 3 kali pada pasangan suami istri Nursalim, yakni pada 8 dan 9 Oktober 2018, 22 Oktober 2018, dan 28 Desember 2018. Dalam tiga kali pemanggilan, keduanya dinilai tidak kooperatif, karena tak pernah hadir. #BLBI #SjamsulNursalim #ItjihNursalim
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com