KOMPAS.com – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang kasus sengketa Pemilu Presiden atau Pilpres 2019 hari ini, Rabu (19/6/2019). Agenda hari ini adalah pemeriksaan saksi dan pengesahan alat bukti dari Pemohon, yakni Tim Prabowo-Sandiaga Uno.
Dalam sidang yang digelar sejak pukul 09.00 WIB ini hadir Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku Termohon, Tim Hukum Pasangan Jokowi-Ma’ruf sebagai pihak terkait, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pihak pemberi keterangan.
Beberapa poin yang menjadi topik utama jalannya sidang adalah sebagai berikut:
Salah satu saksi bernama Agus Maksum mengaku mendapat ancaman pada pertengahan bulan April lalu, karena posisinya yang ada di kubu Prabowo-Sandiaga dan mendalami kasus permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) ketika itu.
Dari keterangan itu, diketahui Agus mendapat ancaman di luar konteks ia menjadi saksi dalam persidangan di MK hari ini.
Selanjutnya, Agus Maksum memapatkan temuan 117.333 Kartu Keluarga (KK) manipulatif di lima kabupaten. Akan tetapi, ia tidak bisa memastikan apakah setiap nama yang terdaftar dalam KK tersebut juga menjadi pemilih pada 17 April lalu.
Saksi lain yang dihadirkan kubu 02 adalah Penasihat IT Ketua DPR Fadli Zon, Hermansyah. Dia memberikan kesaksian adanya jeda waktu dalam proses input data di Situng KPUD Bogor, saat mendampingi Fadli Zon.
Jeda waktu itu, menurut dia, tidak bisa terjadi kecuali ada jaringan di luar server KPU yang turut bekerja. Ia menyebutnya sebagai intruder atau mocro ware.
Baca juga: Jadi Saksi Sidang MK, Penasihat IT Fadli Zon Ceritakan Delay di Situng KPU
Hermansyah juga mengaku khawatir dan curiga atas banyaknya mobil yang terparkir di depan rumahnya, tepat sehari sebelum ia hadir memberi kesaksian di MK hari ini.
Namun, ia mengaku tidak menerima ancaman secara fisik atau halangan ketika hadir ke gedung MK, Jakarta Pusat.
Satu lagi saksi dari kubu 02, dia adalah konsultan analis database Idham Amiruddin. Dalam keterangannya ia mengaku tidak menerima ancaman sebelum dan selama memberikan keterangan di MK.
Sebelum para saksi didaftarkan, tim hukum 02 meminta kepada hakim MK untuk menjamin keselamatan para saksi yang akan mereka hadirkan dengan bantuan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Hal itu karena ada saksinya yang merasa terancam untuk memberui kesaksian
Baca juga: Jadi Saksi di MK, Idham Mengaku Tak Ada Ancaman dan Intimidasi
Sebelum para saksi memberikan keterangannya, Hakim MK Suhartoyo mengingatkan Tim Hukum 02 bahwa saksi harus sesuai dengan alat bukti yang sudah terverifikasi oleh kepaniteraan, karena belum semua alat bukti diverifikasi.
Kemudian, ketika saksi Agus Maksum memberikan keterangan terkait temuan KK yang dimanipulasi, Hakim MK mengingatkannya untuk tidak menggunakan kata-kata "siluman" dan "manipulatif".
Kosakata itu dianggap sebagai diksi yang menyatakan pendapat sehingga tidak pas jika digunakan dalam pernyataan kesaksian.
Baca juga: Saksi 02 Ditegur Hakim MK karena Pakai Istilah Siluman dan Manipulatif
Selain itu, hakim MK I Dewa Gede Palguna juga menginterupsi ahli hukum Jokowi-Ma’ruf, Sirra Prayuna, yang dinilai memberi pertanyaan yang menjebak saksi fakta Agus Maksum untuk berpendapat, terkait proses validasi DPS menjadi DPT.
Pertanyaan semacam itu tidak diperkenankan ada di dalam persidangan, kecuali ditujukan pada pihak yang sesuai dan berkapasitas untuk menjawabnya, misalnya saksi ahli.
Terakhir, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menanyakan keberadaan bukti fisik P.155 yang sebelumnya didaftarkan namun justru tidak ada barang bukti yang dimaksud. Bukti P.155 terkait dengan data 17,5 juta pemilih tidak wajar yang dikemukakan tim 02.
Diminta menghadirkan saksi, Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, memohon kepada hakim diberi keleluasaan membawa 30 orang saksi fakta dan 5 orang saksi ahli.
Akan tetapi, hakim MK mempertanyakan urgensi banyaknya saksi yang akan diajukan pihak Pemohon tersebut. Pertama keterangan saksi tidak terlalu dibutuhkan dalam persidangan perdata seperti ini, kemudian.
Pembatasan saksi dibatasi untuk memaksimalkan kerja MK dalam pembuktian bukti-bukti dari semua pihak.
Meski begitu, MK memberi kesempatan bagi pihak pemohon, termohon, dan terkait untuk memberikan keterangan selengkap-lengkapnya.
Baca juga: Menyoal Urgensi Saksi yang Kurang Penting dalam Sengketa Pilpres di MK
Di luar itu, tim hukum 02 menarik sejumlah 94 kotak berisi barang bukti yang sebelumnya diajukan ke MK yang berisi data C1.
Alat bukti tersebut ditarik setelah MK menyebut alat bukti tersebut tidak disusun sebagaimana kelayakan dan kelaziman dalam hukum acara sehingga tidak bisa diverifikasi.
Hakim memberikan waktu perbaikan hingga pukul 12.00 siang, akan tetapi tim hukum memutuskan untuk menarik alat bukti yang dimaksud.
Baca juga: Tim Prabowo-Sandi Tarik 94 Kotak Bukti yang Diajukan ke MK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.