JAKARTA, KOMPAS.com - Dua anggota Komisi B DPRD Kalimantan Tengah Edy Rosada dan Arisavanah dinilai terjerat kasus dugaan suap karena hanya mematuhi perintah pimpinan Komisi B.
Hal itu diungkapkan tim kuasa hukum keduanya saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (19/6/2019).
"Karena siapa pun anggota Komisi B yang menerima perintah dari Borak Milton (Ketua Komisi B) dan Punding Ladewiq H Bangkan (Sekretaris Komisi B) untuk bertemu perwakilan PT BAP (Binasawit Abadi Pratama) maka sudah pasti akan terkena operasi tangkap tangan KPK," kata salah satu anggota tim kuasa hukum Edy dan Arisavanah.
Baca juga: Terima Suap dari Pejabat Sinarmas, 2 Anggota DPRD Kalteng Dituntut 6 Tahun Penjara
Menurut penasihat hukum, Edy dan Arisavanah berada pada waktu dan tempat yang salah sehingga harus terjerat kasus dugaan suap. Mereka meyakini Edy dan Arisavanah tak bermaksud ikut melakukan tindakan yang melawan hukum.
"Tidak ada niatan dari Terdakwa I dan Terdakwa II untuk melakukan tindakan yang melawan hukum seperti yang didakwakan dan dituntut oleh saudara penuntut umum seperti saat ini," ujar penasihat hukum.
Menurut tim kuasa hukum, semua terjadi karena kepatuhan Edy dan Arisavanah mengikuti perintah Borak dan Punding tanpa menyadari konsekuensi yang akan dihadapi.
Baca juga: Cerita Pimpinan Komisi B DPRD Kalteng soal Bisik-bisik Pejabat PT BAP dan Ketua Komisi B
"Dalam fakta-fakta yang terungkap di persidangan terbukti bahwa terdakwa Edy Rosada dan terdakwa Arisavanah tidak pernah aktif dalam setiap pertemuan yang terjadi, tidak pernah menjanjikan kepada PT BAP, tidak pernah menhubungi PT BAP dan hanya melaksanakan perintah oleh Borak Milton dan Punding," ujar penasihat hukum.
Sehingga, tuntutan hukuman 6 tahun penjara dan denda 200 juta subsider 3 bulan kurungan dinilai sangat berat bagi Edy dan Arisavanah.
"Penderitaan mereka akan semakin banyak. Selama proses pembuktian telah diperoleh fakta bahwa para terdakwa tidak pernah menawarkan janji atau meminta sesuatu kepada PT BAP," katanya.
Oleh karena itu, tim penasihat hukum berharap kebijaksanaan majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta dalam membuat keputusan terhadap Edy dan Arisavanah.
Sebelumnya, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut majelis hakim agar menjatuhi hukuman 6 tahun penjara terhadap Edy Rosada dan Arisavanah.
Keduanya juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Jaksa juga menuntut agar terhadap keduanya dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.
Baca juga: Pimpinan Komisi B DPRD Kalteng Anggap PT BAP Berani Beroperasi dan Menginjak-injak Masyarakat
Menurut jaksa, keduanya terbukti menerima Rp 240 juta dari tiga pejabat Sinarmas.
Pemberian uang itu diduga agar keduanya dan anggota Komisi B DPRD lainnya tidak melakukan rapat dengar pendapat terkait dugaan pencemaran limbah sawit di Danau Sembuluh, Seruyan, Kalteng.
Padahal, rapat itu sebagai salah satu fungsi pengawasan anggota dewan.
Baca juga: Pimpinan Komisi B DPRD Kalteng Mengaku Ditawari Uang Makan Usai Bertemu Perwakilan PT BAP
Kemudian, uang tersebut agar anggota DPRD tidak mempersoalkan masalah tidak adanya izin Hak Guna Usaha (HGU) dan tidak adanya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPH), serta belum ada plasma yang dilakukan oleh PT Binasawit Abadi Pratama (BAP).
Selain itu, uang tersebut juga diberikan agar anggota DPRD memberikan klarifikasi terhadap pemberitaan pencemaran limbah di media massa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.