Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjawab Permohonan Baru Prabowo-Sandiaga yang Dinilai Tim 01 Penuh Asumsi...

Kompas.com - 19/06/2019, 07:10 WIB
Jessi Carina,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

Pengacara pasangan 01, I Wayan Sudirta mengatakan, tim hukum 02 tidak bisa menjelaskan secara spesifik mengenai waktu kejadian, bagaimana kejadiannya, siapa pelakunya, dan apa hubungannya dengan perolehan suara paslon.

"Bahwa dalil pemohon mengenai ketidaknetralan aparat bersifat asumtif dan tendensius karena didasarkan pada dugaan-dugaan yang keliru dan tidak berdasar," ujar Wayan.

Baca juga: Tim Hukum 01 Minta MK Tolak Permohonan Prabowo-Sandiaga Soal Diskualifikasi, Ini Alasannya

Demikian pula dengan tuduhan bahwa calon presiden nomor urut 01 Jokowi melanggar asas pemilu bebas dan rahasia dalam pemilu karena menyerukan pemilihnya memakai baju putih ke tempat pemungutan suara (TPS).

Menurut pengacara 01 lainnya, Luhut Pangaribuan, tidak ada kaitannya antara seruan memakai baju putih dengan hasil suara paslon.

"Sehingga dalil ini hanya asumsi dan perasaan pemohon semata yang tidak dapat ditemukan kebenaran faktualnya secara hukum. Dengan demikian patut bagi Mahkamah untuk mengenyampingkan dalil pemohon ini," kata Luhut.

Tak seharusnya diterima

Dengan argumen itu, tim hukum 01 pun berpendapat seharusnya permohonan gugatan Prabowo-Sandiaga tak diterima Mahkamah Konstitusi.

Bukan hanya karena berisi asumsi melainkan juga karena tak sesuai aturan hukum dan kewenangan MK.

Yusril Ihza Mahendra mengatakan, salah satu kewenangan MK adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

Oleh karena itu, seharusnya pokok permohonan dalam gugatan Prabowo-Sandiaga berisi tentang kesalahan hasil hitung yang ditetapkan pemohon.

Baca juga: Tim Hukum 01 Tunjukkan Bukti Maruf Amin Bukan Karyawan atau Pejabat BUMN

"Pemohon dalam permohonannya tidak menerangkan tentang hasil perolehan suara sebagai objek perkara yang seharusnya menjadi syarat formil dalam permohonan," ujar Yusril.

Tim hukum 02 malah fokus mendalilkan adanya dugaan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.

Yusril mengatakan, pelanggaran TSM yang dimaksud juga tak bisa dibuktikan karena bersifat asumsi.

"Pemohon hanya mendalilkan adanya pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur, dan masif, sebagaimana disebutkan dalam dalil pemohon pada halaman 15 - 29," ujar Yusril.

"Yang mana dalil-dalil pemohon adalah merupakan asumsi, tidak disertai bukti-bukti yang sah, dan tidak pula dapat terukur secara pasti bagaimana dan sebesar apa dampaknya terhadap perolehan suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden," tambah dia.

Baca juga: Tim 01: DPT untuk Pilpres dan Pileg, Tak Mungkin Untungkan Salah Satu Paslon

Di sisi lain, kata dia, Pasal 286 UU Pemilu menyebut bahwa pelanggaran terkait TSM dikenai sanksi administratif oleh Bawaslu.

Oleh karena itu, penyelesaian pelanggaran hukum TSM seperti isi gugatan 02 seharusnya bukan diselesaikan di MK.

Yusril mengatakan, Pasal 51 Peraturan MK Nomor 4 tahun 2018 mengatur bahwa permohonan tidak dapat diterima jika tidak beralasan menurut hukum.

"Bahwa berdasarkan uraian dan argumentasi yuridis di atas, sudah cukup kiranya alasan bagi Majelis Hakim Konstitusi yang Mulia, untuk menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak berwenang untuk mengadili Permohonan Pemohon, sehingga beralasan hukum bagi Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Yusril.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com