JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara Chaidir Ritonga menganggap pemberian uang dari mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho ke para anggota dewan sudah seperti tradisi.
Hal itu disampaikan Chaidir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (17/6/2019) siang.
Chaidir bersaksi untuk enam terdakwa kasus dugaan suap anggota DPRD Sumatera Utara, yaitu Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser Verawaty Munthe, Dermawan Sembiring, Arlene Manurung, dan Syahrial Harahap.
"Itu sepertinya sudah menjadi tradisi dari tahun ke tahun kalau APBD segera disahkan, dari sana ada semacam reward sebagaimana yang sudah dibedah di BAP (berita acara pemeriksaan)," kata Chaidir kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: KPK Eksekusi Satu Terpidana Kasus DPRD Sumut ke Lapas Tanjung Gusta
Menurut Chaidir, pemberian uang itu dalam jumlah yang beragam dan cenderung diserahkan secara tertutup. Ia memandang topik pembicaraan soal pemberian itu menjadi hal yang sangat sensitif.
"Biasanya amat beragam, tertutup, amat sensitif dan tidak serta-merta karena itu lalu ada pengesahan. Karena sepertinya sudah apa ya bahasanya, seperti tradisi, hubungan timbal balik antara eksekutif dan legislatif," katanya.
Chaidir juga mengakui bahwa dirinya ikut menerima sekitar Rp 545 juta. Pemberian itu merupakan akumulasi yang diterima terkait pengesahan terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumut Tahun Anggaran 2012 dan pengesahan APBD Perubahan TA 2013.
Baca juga: Terima Uang Ketok, Tiga Mantan Anggota DPRD Sumut Divonis 4 Tahun Penjara
Kemudian, agar memberikan persetujuan pengesahan APBD TA 2014 dan APBD Perubahan TA 2014. Selain itu, persetujuan pengesahan APBD TA 2015.
"Itu kumulatif berkaitan, akumulasi dari seluruh proses pembahasan itu. Saya bukan hanya yakin (semua anggota dewan menerima), malah menyaksikan yang di papan tulis itu ada rincian uang, misalnya wakil ketua sekian," kata dia.
Ia juga mengaku pernah mendengar informasi dari ajudannya bahwa pejabat di DPRD Sumut saat itu banyak yang menerima.
"Bahkan, kalau yang lain sedikit agak terlambat ada yang ribut ke belakang ke Sekwan (Sekretaris Dewan). Bahkan, Sekwan pernah mengutarakan hanya cicak di gedung dewan ini yang tidak menerima uang. Didramatisirlah. Tapi saya tidak mendengar langsung, tidak tahu polanya dan kapan waktunya," kata dia.
Baca juga: Tak Jujur soal Uang, Anggota DPRD Sumut Washington Pane Dituntut 5 Tahun Penjara
Dalam kasus ini, Tonnies didakwa menerima Rp 865 juta, Tohonan sebesar Rp 772 juta, Murni menerima Rp 527 juta, Dermawan sebesar Rp 577,5 juta, Arlene dan Syahrial menerima Rp 477,5 juta.
Uang itu agar mereka memberikan pengesahan terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumut Tahun Anggaran 2012 dan pengesahan APBD Perubahan TA 2013.
Kemudian, agar memberikan persetujuan pengesahan APBD TA 2014 dan APBD Perubahan TA 2014. Selain itu, persetujuan pengesahan APBD TA 2015.