JAKARTA, KOMPAS.com — Nama Setya Novanto muncul lagi dalam headline sejumlah media massa setelah lebih kurang satu tahun mantan Ketua DPR itu dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Seperti sebelum-sebelumnya, pemberitaan terkait Novanto selalu mengandung hal kontroversi.
Predikat "The Untouchable" yang disematkan sejumlah orang melihat kelihaian Novanto berkelit dari setiap persoalan yang menerpanya ternyata belum hilang.
Baca juga: Menurut KPK, Kasus Pelesiran Novanto Beresiko bagi Kredibilitas Kemenkumham
Mendekam di balik jeruji ternyata tak menghentikan sepak terjang Novanto.
"Setya Novanto diduga telah menyalahgunakan izin berobat. Keberadaan Novanto di salah satu toko bangunan di Padalarang merupakan tindakan melanggar tata tertib lapas/rutan," kata Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Ade Kusmanto melalui siaran persnya yang diterima di Jakarta, Minggu (16/6/2019).
Sebelumnya beredar foto-foto Novanto diduga tengah pelesiran di Kabupaten Bandung Barat pada Jumat.
Foto yang beredar menunjukkan sosok Novanto mengenakan topi dan masker tengah bersama seorang wanita yang ternyata adalah istrinya, Deisti Astriani Tagor.
Dalam foto tersebut, Setnov memakai kemeja lengan pendek putih dan celana panjang.
Baca juga: Kronologi Pelesiran Setya Novanto Versi Ditjen PAS
Pada Selasa pekan lalu, dengan pengawalan petugas lapas dan Kepolisian Sektor Arcamanik, sekitar pukul 10.23 WIB, Novanto diberangkatan untuk menjalani perawatan di RS Santosa Bandung.
Novanto menjalani rawat inap karena keluhan sakit tangan sebelah kiri tidak bisa digerakkan.
Namun, Novanto kedapatan malah melakukan pelesiran bersama istrinya selama waktu berobat.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat Liberty Sitinjak mengatakan, Setya Novanto dipindahkan ke Lapas Gunung Sindur yang memiliki pengamanan ekstra ketat. Lapas Gunung Sindur merupakan lapas dengan mayoritas narapidana kelas kakap.
Mayoritas narapidana di Gunung Sindur adalah napi kasus teroris, bandar narkoba, dan korupsi.
Baca juga: Setya Novanto Pelesiran, Kakanwil Kemenkumham Jabar Minta Maaf
Pemindahan ini tak lain setelah terungkapnya penyalahgunaan izin berobat yang dilakukan Novanto.
Tindakan kontroversial ini bukan yang pertama kali sejak terpidana kasus korupsi pengadaan e-KTP itu menjalani hukuman 15 tahun penjara.
Setidaknya ada dua kasus yang terjadi dalam kurang dari setahun terakhir.
Sel palsu
Setya Novanto sempat menempati sel palsu di Lapas Sukamiskin Bandung.
Kasus itu muncul dalam sidak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham di Lapas Sukamiskin melalui tayangan eksklusif Mata Najwa pada Juli 2018.
Baca juga: Kesaksian Petugas, Setya Novanto Sempat Menghilang Lepas dari Pengawalan
Dalam acara itu, Najwa Shihab mengungkapkan, timnya menemukan informasi dugaan dua terpidana kasus korupsi Setya Novanto dan M Nazaruddin tak menempati sel aslinya.
Najwa juga mengungkapkan barang-barang yang ada di dalam sel Novanto, seperti baju, perlengkapan mandi, dan perlengkapan makan terkesan tak sesuai dengan Setya Novanto.
Beberapa saat kemudian, Menkumham Yasonna Laoly mengonfirmasi bahwa sel yang ditempati Novanto dan Nazaruddin bukan sel aslinya.
Muncul di rumah makan Padang
Pada April 2019, Setya Novanto dikabarkan terlihat di restoran Padang Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami mengatakan, Setya Novanto memang mendatangi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto.
Baca juga: Sebelum Kepergok Pelesiran, Novanto Dirawat karena Tangan Kiri Tak Bisa Digerakkan
Menurut Sri Puguh, ada sejumlah kondisi medis yang membuat Novanto harus diperiksa lebih lanjut di RSPAD.
Sri Puguh mengakui bahwa Novanto memang sempat berada di restoran Padang di tengah berobat.
Menurut dia, Novanto memang memanfaatkan waktu berobat untuk mencari makan.
"Kami bentuk tim untuk melakukan pendalaman, kok bisa yang bersangkutan makan di rumah makan Padang. Ternyata, memang ingin makan bubur sekaligus angin-angin, itu sekaligus yang kami dapatkan informasi, jadi kelengkapannya (peristiwa) seperti itu. Jadi tidak tunggal," kata Sri Puguh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.