Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Hakim MK Menerima Perbaikan Permohonan Tim Hukum 02

Kompas.com - 14/06/2019, 16:07 WIB
Abba Gabrillin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Konstitusi memperbolehkan tim hukum calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menggunakan perbaikan permohonan dalam persidangan sengketa pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019).

Padahal, dalam hukum acara yang diatur Peratutan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1 Tahun 2019, perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) tidak mengenal perbaikan permohonan.

Hakim I Dewa Gede Palguna beralasan, hakim mengakomodasi perbaikan permohonan itu karena menganggap ada kekosongan hukum.

Baca juga: Tim Hukum 02: Diskualifikasi Jokowi-Maruf, Nyatakan Prabowo-Sandi Pemenang, atau Pemilu Ulang

Palguna menggunakan acuan pada Pasal 86 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.

Dalam pasal itu disebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya menurut Undang-Undang tersebut.

"Hukum acara yang berlaku di MK tidak bisa bergantung pada PMK sendiri. Pasal 86 disebutkan MK dapat mengatur lebih lanjut pelaksanaan. Dalam penjelasannya, pasal tersebut untuk mengisi kekosongan hukum acara," kata Palguna.

Baca juga: Tim Hukum 02: Ajakan Jokowi agar Nyoblos Pakai Baju Putih Pelanggaran Serius

Terlebih lagi, menurut Palguna, hukum acara berubah setiap 5 tahun sekali. Aturan MK mengatur bahwa jika ada hal-hal yang belum diatur sepanjang untuk memeriksa perkara dan mengadili, maka dapat ditentukan lebih lanjut dalam rapat musyawarah hakim.

Sebelumnya, pihak termohon keberatan dengan tim hukum Prabowo-Sandi yang membacakan perbaikan permohonan.

Padahal, menurut PMK, seharusnya yang digunakan dalam persidangan adalah permohonan pertama yang diserahkan pada 24 Mei 2019, bukan permohonan perbaikan yang disampaikan 10 Juni 2019.

Baca juga: TKN: Kenaikan Gaji PNS, TNI-Polri untuk Kesejahteraan, Apa yang Salah?

Ketua penasehat hukum pihak Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra sempat menyatakan beda pendapat dengan hakim Palguna.

Yusril merasa tidak ada kekosongan hukum mengenai larangan perbaikan permohonan pada sengketa pilpres.

Sebab, menurut Yusril, hal itu sudah diatur dengan jelas dalam hukum acara PMK Nomor 1 Tahun 2019.

Meski demikian, hakim MK meminta perbaikan permohonan tidak lagi dipersoalkan. Hakim meminta agar masalah itu diserahkan kepada majelis hakim.

Hakim Suhartoyo mengatakan, apakah perbaikan permohonan itu dijadikan pertimbangan atau tidak, akan bergantung pada pertimbangan dan musyawarah majelis hakim nantinya. Hal itu akan diketahui pada saat sidang putus pada 28 Juni 2019.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Nasional
Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Nasional
Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Nasional
Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Nasional
Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Nasional
Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Nasional
Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Nasional
Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Nasional
KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Nasional
KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Megawati Kirim 'Amicus Curiae' ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Megawati Kirim "Amicus Curiae" ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com