JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang perdana sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) pilpres 2019 yang digelar hari ini, Jumat (14/6/2019) diharapkan tak mengundang gejolak aksi massa.
Sekali pun ada, pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti berpendapat, sembilan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyidangkan sengketa pilpres tak akan terpengaruh. Menurutnya, Hakim MK akan mengedepankan netralitas.
"Hakim MK sembilan orang dipilih oleh DPR, Mahkamah Agung (MA), dan pemerintah. Banyak studi, model MK seperti ini kecenderungannya netral. Tekanan massa tidak akan berpengaruh kok," kata Bivitri dalam diskusi di kantor Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Kamis (13/6/2019).
Baca juga: 9 Hakim MK Diyakini Netral Tangani Gugatan Pilpres 2019
"Apakah berarti KPU innocent? Tidak juga. Tak ada pemilu yang sempurna. Namanya juga demokrasi prosedural yang dibuat manusia, bukan dewa. MK tempatnya untuk menentukan hasil pemilu itu, asalkan persidangan berjalan dengan baik dan lancar," tambahnya.
Bivitri berharap sidang perdana sengketa pilpres nanti bisa menjadi pembelajaran dalam ranah sengketa pemilu Tanah Air. Sebab, permohonan yang diajukan Tim Hukum BPN terbilang baru dan unik.
Di tempat yang sama, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow berpendapat, capres nomor urut 02 Prabowo Subianto telah memberikan imbauan agar pendukungnya tak menggelar aksi massa di MK.
Baca juga: Tangani Sengketa Pilpres, Hakim MK Diingatkan Kedepankan Integritas
Sehingga, kalau pun ada aksi massa, bisa diasumsikan bahwa yang datang itu bukan pendukung paslon 02.
"Itu sudah pihak lain," ujar Jeirry
Maka dari itu, Jeirry mengajak masyarakat tetap harus kritis terhadap sikap politik di balik imbauan tersebut. Sebab, ada banyak imbauan dari pihak Prabowo-Sandiaga yang justru terjadi sebaliknya.
"Bisa jadi secara politik nanti, aksi massa dibuat sebagai penegasan bahwa mereka bukan pendukung paslon 02. Jadi memang kalau ada aksi, itu politis, dan tidak ada hubungannya dengan proses hukum sengketa pemilu," tambahnya.