Setiap presiden yang pernah memimpin negeri ini telah dianugerahi kesempatan untuk menghadapi berbagai permasalahan super kompleks di eranya.
Pengalaman mereka berhadapan dengan situasi sulit dan memengaruhi hajat hidup orang banyak merupakan laboratorium politik yang luar biasa untuk bangsa ini.
Bukan sekadar pengetahuan dan pemahaman, melainkan juga sikap mental dalam mengelola berbagai permasalahan bangsa yang dapat dipelajari publik.
Jika kolaborasi antara presiden yang sedang menjabat, maupun para tokoh bangsa yang pernah menjabat dapat terjalin secara positif, tentunya siapa pun presiden yang sedang menjabat tidak perlu mengalami masa trial and error terlalu lama. Bahkan, bisa menghasilkan keputusan dengan kualitas first time right, tepat pada kesempatan pertama.
Presiden petahana tentunya yang bertanggung jawab atas setiap keputusan yang diambil, baik dan buruknya. Akan tetapi, mendapatkan masukan dari berbagai pihak yang pernah berada di posisi yang sama, membuat kualitas keputusan yang diambil bisa saja melampaui apa yang diharapkan publik kepada seorang presiden.
Inilah yang kita sebut sebagai kolaborasi substantif, berbagi peran untuk hal-hal substantif, bukan sekadar berbicara koalisi dalam konteks berbagi posisi saja.
Inisiatif untuk kolaborasi konstruktif dan substantif ini telah dimulai AHY dan keluarga Yudhoyono. Tinggal bagaimana para presiden dan keluarga presiden lain meresposnnya. Apakah hanya akan berhenti di Lebaran kali ini saja ataukah berlanjut ke depannya.
Semua komunikasi politik ditujukan untuk menimbulkan pengaruh terhadap penerima pesan (Brian McNair, 2011). Begitu juga komunikasi politik yang dilakukan AHY dengan silaturahmi Lebaran.
AHY berharap dengan silaturahmi Lebaran yang dilakukannya, baik elite politik maupun masyarakat akar rumput terinspirasi untuk ikut menurunkan tensi politik yang ada. Dan, memulai komunikasi dan menjalin silaturahmi dengan pihak yang berbeda pendapat.
Elite politik yang sedang berkuasa sebaiknya memberikan teladan dengan tidak begitu mudahnya menuduh pihak berseberangan berencana makar. Seakan-akan makar ini jajanan pasar, begitu mudah didapat dan dilakukan.
Sebaliknya, elite politik yang sedang tidak berkuasa sebaiknya menahan diri untuk tidak begitu mudahnya menuduh yang berkuasa sedang menggadaikan negara ini kepada negara lain dan bakal membawa Indonesia menuju kehancuran.
Masyarakat pun sebaiknya tidak membawa konflik dalam kontestasi politik ke kehidupan sehari-hari. Ada yang merasakan aroma kecurangan yang kental, ataupun ketidakadilan perlakuan terhadap kubu-kubu tertentu. Tetapi, bukan berarti itu alasan untuk berbuat rusuh.
Ada jalur yang bisa digunakan dan ada mekanisme yang tersedia untuk menindaklanjutinya. Mari digunakan untuk menjadi contoh bagi pihak berseberangan agar dewasa dalam menyikapi perbedaan.
Begitu juga sebaliknya. Jika merasa ada elemen masyarakat yang mencoba menyampaikan aspirasi yang berbeda dari pandangan pemerintah, sangatlah tidak pantas jika mereka dianggap sebagai lawan sehingga pantas dikasari ataupun mendapatkan perlakuan tidak adil oleh aparat yang berwenang.
Jika kita merasa sebagai kaum paling toleran, apakah pantas kita bersikap intoleran dengan tidak bisa menerima perbedaan pandangan dari pihak yang berseberangan?
Saatnya kita merajut ukhuwah, untuk bangsa ini. Jika terus berkonflik, dan memasang posisi bermusuhan, kapan kita dapat melangkah maju, jauh lebih cepat, menuju Indonesia Emas 2045?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.