JAKARTA, KOMPAS.com - Politikus PDI Perjuangan Aria Bima meminta publik tidak terburu-buru mempersepsikan silaturahim tokoh politik oposisi ke Presiden Joko Widodo sebagai bagian dari upaya bergabung ke dalam koalisi pendukung pemerintah.
"Bahwa ada silaturahim antara AHY dengan Bu Mega, dengan Pak Jokowi, atau Zulkifli Hasan, itu tidak usah terlalu dijadikan sebagai suatu hal yang berkaitan dengan koalisi pemerintahan ke depan," ujar Aria di Rumah Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (10/6/2019).
Sebab, Aria meyakini memang tidak ada pembahasan koalisi di dalam silaturahim itu. Pembahasan mengenai konfigurasi partai politik pendukung pemerintah kemungkinan baru akan dibahas setelah pelantikan presiden dan wakil presiden, 20 Oktober 2019 mendatang.
Baca juga: Menurut Pengamat, Ada Peran Megawati dan SBY dalam Pertemuan Jokowi-AHY
Aria melanjutkan, yang terpenting dari silaturahim tokoh oposisi kepada kubu yang berkuasa adalah memberikan keteduhan kepada masyarakat seusai mengikuti kontestasi pemilihan umum.
"Sampai hari ini, kita lebih bagaimana keteduhan pasca-Pilpres penting dilakukan. Maka pertemuan antartokoh menjadi penting, termasuk Pak Jokowi yang juga sudah membuka diri untuk bertemu Pak Prabowo," ujar Aria.
"Jadi, jangan setiap pertemuan ini dikalkulasi seolah-olah merapatnya suatu partai ke suatu tim kampanye dan rakyat tidak butuh itu. Rakyat itu sekarang butuh suasana teduh, damai. Itu tercermin dari pertemuan antartokoh," lanjut dia.
Baca juga: Yenny Wahid: Semoga Kita Dapat Mencontoh Akhlak Baik dari AHY dan Ibas...
Persoalan bahwa silaturahim ini nantinya akan berujung pada bertambahnya partai politik pendukung pemerintah, Aria juga meyakini, Presiden Jokowi tidak lebih condong ke partai politik tertentu.
"Menurut saya, PAN, Demokrat dan Gerindra memiliki peluang sama untuk bareng-bareng menyusun jalannya pemerintahan ini ke depan yang nanti akan dibicarakan Jokowi dan Kiai Ma'ruf," ujar Aria.