Ibu Ani tidak pernah menyalahkan siapa pun atas sakit yang dideritanya. Setiap perawatan medis yang diberikan tim dokter, dijalani Ibu Ani tanpa keluh kesah sedikit pun. Ibu Ani pun mencatat setiap perawatan yang dilakukan dengan rapi.
Bahkan, Ibu Ani juga mengatakan, 'Saya sudah terlalu banyak diberikan kemuliaan dan barokah oleh Allah Subhana Wa Ta’ala. Jadi, kalau sekarang Allah memberikan saya ujian dengan sakit seperti ini, saya tidak boleh mengeluh atau marah. Saya harus terima dengan ikhlas dan harus berjuang untuk melawan penyakit ini.'
Karakter Ibu Ani yang pasrah menerima kehendak Sang Pencipta dan tidak mau menyalahkan siapa pun sangatlah patut kita teladani.
Tak sedikit dari kita yang cenderung mengeluh dan menyalahkan orang lain, atas kesulitan ataupun sakit yang kita hadapi. Bahkan, tak sedikit yang frustrasi dan tidak mau menjalani perawatan dan pengobatannya dengan tekun.
Meskipun pasrah, ikhlas menerima dan menjalani sakitnya, bukan berarti Ibu Ani hanya berdiam diri. 'Saya tidak akan pernah menyerah,' begitu yang disampaikan Ibu Ani.
Ibu Ani tetap berjuang keras menghadapi sakitnya, melawan kanker ganas yang menggerogoti sel-sel tubuhnya selama kurang lebih empat bulan. Bahkan, saat para petugas medis mengatakan Ibu Ani tidak akan bertahan dan akan meninggal dunia, Ibu Ani ternyata mampu bertahan hingga 24 jam kemudian sebelum akhirnya mengeembuskan napas terakhir.
Karakter Ibu Ani yang pasrah, tapi tidak menyerah sampai titik terakhir, patutlah menjadi inspirasi bagi kita semua. Karakter pejuang seperti inilah yang dibutuhkan oleh Indonesia, agar bangsa dan negara ini tetap tegak, menghadapi segala rintangan dan tantangan di era global yang penuh dengan persaingan yang sengit dan ketidakpastian.
Setiap dari kita akan berpulang, menyatu dengan tanah. Saat itu datang, nilai-nilai yang ditinggalkan manusia sepanjang hidupnyalah yang akan mengharumkan peristirahatannya yang terakhir.
Kata-kata ini dituliskan Ibu Ani dalam buku "Kepak Sayap Putri Prajurit" yang diterbitkan tahun 2010.
Dan kini, ketika Ibu Ani telah berada di peristirahatan terakhirnya, begitu banyak nilai dan inspirasi yang ditinggalkannya.
Seorang istri yang setia mendampingi suami, dalam suka dan duka. Sosok ibu yang merawat anak-anaknya dengan penuh cinta, kasih sayang, kehangatan, dan perhatian. Atau, istilah teman kami, politisi muda Gerindra, Miftah Sabri, Ibu Ani itu teladan "emak-emak" di Indonesia. Suami ditemani, anak dikawal dan dibimbing terus.
Ibu Ani juga telah memberikan inspirasi, siapa pun bisa berkarya untuk masyarakat, bangsa, dan negara. Kaum perempuan, meskipun sibuk dengan perannya di lingkup rumah tangga, dapat tetap berkarya untuk tanah air tercinta.
Tidak ada yang tidak mungkin, selama kita mau berusaha dan berjuang keras. Tidak perlu menonjolkan diri, tetapi dengan sendirinya tampil ke permukaan karena peran dan kiprahnya untuk negeri.
Begitu juga dengan karakter pribadi tegar dan pejuang keras yang ditunjukkan oleh Ibu Ani. Pasrah, tapi tidak menyerah saat divonis mengidap kanker ganas, seharusnya memotivasi kita, masyarakat Indonesia, untuk tidak menyerah menghadapi tantangan seberat dan sebesar apa pun. Tinggal kita memilih, apakah menjadi seorang pejuang seperti Ibu Ani, ataukah mudah menyerah karena keadaan.
Terima kasih, Ibu Ani, atas segala pengorbanan, jasa, dan pengabdian bagi masyarakat bangsa dan negara. Terima kasih juga karena telah memberikan begitu banyak inspirasi untuk Indonesia.
Semoga kami, segenap bangsa Indonesia, bersedia bersama-sama bergandengan tangan ke depan, mewujudkan cita-cita mulia, mencapai kerukunan, kedamaian, kemajuan, kesejahteraan, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Indonesia untuk semua. Sesuai dengan mimpi besar Ibu Ani Yudhoyono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.