Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuntutan Batin hingga Kembali ke Udik, Beragam Makna Mudik Lebaran

Kompas.com - 30/05/2019, 16:52 WIB
Aswab Nanda Prattama,
Bayu Galih

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Mudik erat kaitannya dengan perayaan Lebaran. Tradisi ini kerap dilakukan oleh banyak orang untuk bisa berkumpul bersama keluarga untuk merayakan hari raya.

Momen mudik biasanya dimanfaatkan oleh para perantau yang berada jauh di kota besar untuk kembali ke rumah. Setiap tahun, ribuan hingga jutaan orang terlibat dalam tradisi mudik ini.

Ada berbagai macam moda transportasi yang umum digunakan, mulai dari bus, kereta api, kapal laut, pesawat, mobil pribadi, hingga sepeda motor.

Tradisi ini begitu mengakar di masyarakat Indonesia, tak heran jika berlebaran tanpa mudik dirasa hampa oleh sebagian besar orang.

Terlepas dari semua itu, terdapat kisah menarik mengenai tradisi mudik dan hal yang terkandung dalam momentum ini. Berikut ulasannya:

1. Sejarah mudik

Mudik atau pulang kampung menjelang Idul Fitri menjadi agenda utama dalam perayaan Lebaran. Tak ada yang tahu kapan dan siapa yang memulai kebiasaan ini, tak ada catatan khusus yang merangkumnya.

Namun, tradisi ini terus meningkat dari tahun ke tahun dengan antusiasme pemudik juga meningkat.

Menurut dosen Sejarah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Silverio Raden Lilik Aji Sampurno, mudik sudah ada sejak zaman Majapahit dan Mataram Islam.

"Awalnya, mudik tidak diketahui kapan. Tetapi ada yang menyebutkan sejak zaman Majapahit dan Mataram Islam," Silverio, saat diwawancara 6 Mei 2018 silam.

Ketika itu, kekuasaan Majapahit sampai ke Sri Lanka dan Semenanjung Malaya. Pihak kerajaan menempatkan pejabatnya ke berbagai wilayah untuk menjadi pemimpin setempat.

Suatu ketika, mereka akan balik ke pusat kerajaan untuk menghadap Raja dan melihat kampungnya. Hal ini yang sering dikaitkan dengan mudik di Nusantara.

Silverio menambahkan, selain Majapahit, mudik juga dilakukan dari Mataram Islam yang berada di daerah kekuasaan.

Setelah itu, istilah mudik baru tren pada 1970-an. Momen ini merupakan tradisi yang dilakukan oleh perantau di berbagai daerah untuk kembali ke kampung halamannya.

Baca juga: Kisah Menarik di Balik Sejarah Mudik...

2. Mudik menjadi tuntutan batin

Ribuan pemudik mulai meninggalkan Pelabuhan Yos Sudarso Ambon dengan menggunakan sejumlah kapal Pelni, sejak Sabtu hingga Minggu (19/5/2019)KOMPAS.com/RAHMAT RAHMAN PATTY Ribuan pemudik mulai meninggalkan Pelabuhan Yos Sudarso Ambon dengan menggunakan sejumlah kapal Pelni, sejak Sabtu hingga Minggu (19/5/2019)
Mudik dengan segala bentuknya tak diperintahkan oleh agama. Bahkan Agama Islam hanya memerintahkan umatnya untuk mendirikan salat Ied dan memperbanyak takbir, tahlil, tahmid, dan taqdis, serta membayar zakat.

Dilansir dari Harian Kompas yang terbit pada 1 April 1992, namun mudik telah melekat pada tiap insan Indonesia. Mereka berpendapat kalau tak mudik rasanya afdol.

Selain itu mudik bukanlah sekadar budaya saja, tetapi sudah menjadi sebuah tuntutan batin. Oleh karenanya, tidak heran kalau ada orang yang rela mengorbankan apa saja, hanya untuk bisa berlebaran di kampung.

Tidak peduli pulang kembali ke kota harus meminjam kepada orang lain. Semua itu kalah dengan "kebesaran" makna mudik.

Baca juga: Dari Mana Asal Kata Mudik dan Lebaran?

3. Momentum untuk sungkem

Sebenarnya tujuan dari perantau untuk mudik sangat luas sekali. Mereka kambali tak hanya untuk melihat kondisi kampung halaman dan berkumpul bersama keluarga, ada tujuan yang lebih sakral, yakni sungkem (meminta maaf).

Momen sungkem ini biasanya dilakukan setelah shalat Ied. Kita melakukan sungkem kepada orangtua atau saudara yang lebih tua. Sungkem juga bagian dari silaturahmi.

Ketika sungkem sudah terpenuhi, maka ada tuntutan batin lainnya, yakni untuk ziarah ke makam leluhur, terutama nenek atau kakek. Tradisi ini sulit dihilangkan hingga sekarang.

Baca juga: Tradisi Ziarah Kubur saat Lebaran dan Manfaatnya, Menurut Sains

4. Mudik dan Bulan Ramadhan

Mudik dilakukan secara besar-besaran ketika bulan Ramadhan hampir selesai. Banyak pertanyaan yang muncul kenapa mudik dilakukan secara besar-besaran pada waktu itu.

Semua terjawab pada relevansi dari hakikat Lebaran itu sendiri. Secara harfiah, Idul Fitri dikaitka dengan kembali kepada fitrah atau kesucian. Hal itu dikaitkan dengan ibadah puasa untuk bisa menahan hawa nafsu dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari.

Saat menjalani ibadah selama sebulan penuh dan bertemu dengan Lebaran, ibarat seperti bayi-bayi yang baru lahir suci dari dosa- dosa.

Maka dari itu, mudik bisa dikonotasikan sebagai upaya pencarian manusia terhadap asal-usul kejadiannya. Banyak pemudik yang ingin berjumpa dengan kampung halaman dan keluarganya di kampung.

Dengan pulang ke kampung, manusia akan teringat tempat mencari jati diri di waktu kecil hingga remaja atau malah sampai dewasa. Sehingga, orang yang ingin melihat kampung halaman, secara tersamar sebenarnya ingin melihat masa lalunya.

5. Mudik, mulik dhisik atau udik

Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat dibanjiri pemudik pada hari pertama penambahan kereta mudik, Minggu (26/5/2019).KOMPAS.com/Vitorio Mantalean Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat dibanjiri pemudik pada hari pertama penambahan kereta mudik, Minggu (26/5/2019).
Menjelang Lebaran, perantau melakukan aktivitas mudik ke beberapa daerah di Indonesia. Mereka jauh-jauh balik ke kampung halaman untuk berkumpul bersama keluarga besarnya.

Mudik memiliki filosofi tersendiri. Beberapa orang memiliki pendapat mengenai asal muasal kata ini. Ada yang mengatakan berasal dari akronim bahasa Jawa "mulih dhisik" yang artinya "pulang dulu sebentar".

Ada juga dari bahasa Betawi yakni "udik" yang berarti pulang kampung.

Bagaimanapun versinya, mudik mempunyai makna yang sama, yakni pulang kampung.

Sejarawan, JJ Rizal, mengatakan, secara bahasa, mudik memang asalnya dari kata "menuju ke udik" atau kembali ke desa.

Menurut Rizal, tidak ada catatan pasti kapan tradisi mudik ini berlangsung di Indonesia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com