JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Tim Hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Arsul Sani, menilai aneh langkah Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang menjadikan penyertaan bukti berupa link berita sebagai strategi berperkara di Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal itu disampaikan Arsul menanggapi pernyaraan Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Andre Rosiade.
Andre menyatakan belum disertakannya bukti primer di gugatan mereka merupakan strategi dalam berperkara.
Arsul mengatakan, penyertaan bukti yang tak lengkap di awal memang bisa menjadi strategi berperkara.
Baca juga: Tim Hukum Prabowo-Sandiaga Klaim Punya Bukti Valid Terkait Sengketa Hasil Pilpres
Namun, hal itu lazimnya terjadi di kasus perdata dan berbeda dengan cara berperkara di MK.
Arsul mengatakan, dalam berperkara di MK, pemohon sejak awal wajib menyertakan bukti lengkap yang mendukung permohonannya ketika gugatan didaftarkan ke panitera.
Alasannya, persidangan di MK dibatasi oleh tenggat waktu yakni 14 hari kerja, terhitung sejak gugatan terdaftar.
"Jika argumentasi mereka seperti itu, maka itu menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak paham tata cara beracara di MK pada umumnya maupun secara khusus untuk sengketa PHPU Presiden dan Wakil Presiden," kata Arsul melalui pesan singkat, Kamis (30/5/2019).
"Paradigma berpikir yang bersangkutan seperti berperkara perdata di pengadilan negeri yang bukti-buktinya boleh 'disembunyikan' dulu sampai tahap sidang pembuktian," lanjut dia.
Baca juga: Tak Sertakan Bukti Lengkap ke MK, BPN Sebut Itu Strategi
Ia pun meminta BPN membaca Peraturan MK No 14 Tahun 2018 tentang Tata Cara Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.