JAKARTA, KOMPAS.com - Uang suap sebesar Rp 1,2 miliar yang diduga diberikan kepada dua pejabat Kantor Imigrasi Kelas I Mataram sempat diletakkan di tong sampah dan ember merah.
Kedua pejabat imigrasi yang diduga menerima suap itu adalah Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, Kurniadie dan Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, Yusriansyah Fazrin.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga keduanya menerima suap dari Direktur PT Wisata Bahagia sekaligus pengelola Wyndham Sundancer Lombok, Liliana Hidayat.
"Metode penyerahan uang yang digunakan tidak biasa, yaitu, LIL (Liliana) memasukan uang sebesar Rp 1,2 miliar ke dalam keresek hitam dan memasukan keresek hitam pada sebuah tas," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Baca juga: KPK Tetapkan Kepala Kantor Imigrasi Mataram sebagai Tersangka
Alex menjelaskan, tas berisi uang Rp 1,2 miliar itu diletakkan ke dalam tong sampah di depan ruangan Yusriansyah.
"Penyerahan uang pada KUR adalah dengan cara meletakkan di ember merah. KUR kemudian meminta pihak lain untuk menyetorkan Rp 340 juta ke rekeningnya di sebuah bank," ujar Alex.
Sedangkan sisanya sekitar Rp 500 juta, akan diserahkan pada pihak lain.
"Teridentifikasi salah satu komunikasi dalam perkara ini, setelah penerimaan uang oleh pejabat Imigrasi terjadi, yaitu 'makasl, buat pulkam' (pulang kampung)," kata Alex.
Uang Rp 1,2 miliar ini diduga merupakan kesepakatan bersama antara Liliana dan dua pejabat Imigrasi tersebut.
Hal itu guna menghentikan proses hukum terhadap dua Warga Negara Asing (WNA) yang bekerja di tempat Liliana.
Sebab saat itu, PPNS mengamankan dua WNA dengan inisial BGW dan MK yang diduga menyalahgunakan izin tinggal. Mereka diduga masuk menggunakan visa sebagai turis biasa. Akan tetapi keduanya diduga bekerja di Wyndham Sundancer Lombok.
"Kantor Imigrasi Kelas I Mataram telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan untuk dua WNA tersebut tanggal 22 Mei 2019. YRI (Yusriansyah) kemudian menghubungi LIL (Liliana) untuk mengambil SPDP tersebut," ujar Alex.
Permintaan pengambilan SPDP ini yang diduga sebagai kode patokan harga untuk menghentikan proses hukum terhadap dua WNA tersebut.
Baca juga: Kronologi Penangkapan Dua Pejabat Kantor Imigrasi Mataram
Liliana kemudian menawarkan uang sebesar Rp 300 juta untuk menghentikan kasus tersebut. Akan tetapi, Yusriansyah menolak karena jumlahnya sedikit.
Pada akhirnya Liliana dan Yusriansyah kembali bernegosiasi harga.
"Kemudian YRI melaporkan pada KUR untuk mendapat arahan atau persetujuan. Akhirnya disepakati jumlah uang untuk mengurus perkara 2 WNA tersebut adalah Rp 1,2 miliar," kata dia.