SEJARAH punya cerita, terutama cerita tentang sepak terjang anak muda. Dengan kata lain, sejarah punya kita, anak muda.
Menurut buku-buku sejarah, diceritakan bahwa pada masa prarevolusi dan proklamasi kemerdekaan, mayoritas para pemimpin Indonesia masuk ke dalam golongan pemuda.
Mereka menjadi pemimpin pada usia yang sangat muda, bahkan beberapa di antaranya masih berusia di bawah 30 tahun.
Beberapa dekade kemudian, kita melihat perkembangan generasi muda mulai maju bergerak dengan cepat, di luar dan di dalam di panggung politik, dalam negeri sampai ke luar negeri.
Pun di bidang yang lain. Hari ini, lihatlah di perusahaan, organisasi, institusi swasta atau pun dalam penyelenggaraan negara, peran anak muda makin terasa.
Pemuda mempunyai peran yang sangat penting dalam membuat dan mengawal setiap keputusan dalam institusi-institusi tersebut.
Dengan fakta tersebut, maka tak bisa dihindari bahwa merekalah generasi yang akan menerima, membangun dan mengelola (masa depan) negara ini kedepannya.
Terbukti, dari dulu hingga hari ini, anak muda menjadi kekuatan inovatif yang selalu dinamis sepanjang sejarah, mampu untuk berpartisipasi bahkan menggerakkan pembaharuan-pembaharuan penting dalam politik nasional dan global.
Generasi muda hari ini yang dididik dengan optimisme jamannya, dibesarkan dengan semangat "progresif revolusioner" pendahulunya, tidak silau dengan kemajuan zaman dan tidak terbius oleh mitos-mitos perjuangan.
Sekalipun banyak keraguan yang muncul, bahkan cenderung dinilai dalam kacamata paradoksal, generasi hari ini tetap mampu berjuang mempertahankan status fungsionalnya sebagai agen-agen pembaharuan yang membawa perubahan-perubahan segar dan positif, dalam rangka memberi jawaban atas persoalan-persoalan yang ada, saat ini maupun di masa depan.
Hari ini, pelan tetapi pasti. Ekspresi kegelisahan dan keresahan di dalam diri mereka tidak lagi dengan turun ke jalan, menjahit mulut, mogok makan, atau bahkan menduduki gedung-gedung pemerintahan.
Mereka sadar, keleluasaan yang mereka dapatkan di hari ini memungkinkan mereka mengubah dunia tanpa harus meminta dan bergantung pada penguasa.
Mereka tidak sekadar ingin didengar, namun sekaligus mengambil inisiatif nyata, memperdengarkan ke seluruh penjuru dunia bahwa mereka juga mampu berbuat banyak.
Di Asia, lihatlah kita memiliki Malala Yousafzai, aktivis Pakistan penerima Nobel termuda pada tahun 2014.
Malala menjadi sasaran Taliban dan tertembak di kepala ketika dia kembali dari sekolah dengan bus.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.