JAKARTA, KOMPAS.com -Komisioner KPU Viryan Azis mengatakan, salah satu tolak ukur untuk menilai keberhasilan pemilu adalah jumlah permohonan gugatan Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU).
Ia memaparkan, PHPU dalam Pemilu 2019 berjumlah 300-an permohonan. Sementara itu, di Pemilu 2014 ada 900-an permohonan dan Pemilu 2009 sebanyak 600-an permohonan.
"Nah, apakah ini mencerminkan bahwa peserta pemilu yang tidak puas atau menduga ada kecurangan dengan hasil pemilu tinggi atau tidak, itu sepenuhnya silakan masyarakat yang menilai," ujar Viryan, di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2019).
Baca juga: Jumlah Permohonan PHPU Lebih Sedikit, KPU Klaim Pemilu 2019 Lebih Baik
Hal itu dia sampaikan merespons sejumlah pihak yang menuding terjadi kecurangan pemilu. Bahkan, ada yang menyebut bahwa pelaksaan Pemilu 2019 adalah yang terburuk.
Viryan menambahkan, sengketa PHPU di MK penting untuk menciptakan keadilan pemilu, termasuk bagi penyelenggara sendiri.
Sebelumnya, Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto menyebut, pemilu kali ini sebagai yang terburuk pasca reformasi.
Baca juga: Mantan Ketua MK: Tekanan Psikologis Jadi Tantangan Paling Berat Tangani Sengketa Pilpres
"Pemilu kali ini oleh pengamat disebut pemilu terburuk pasca reformasi," ujar Bambang dalam pernyataan pers sejumlah tokoh pendukung calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di SCBD, Jakarta, Minggu (21/4/2019).
Menurut mantan anggota tim sukses Anies Baswedan dan Sandiaga Uno pada pilkada DKI itu, pemilu kali ini tidak memenuhi asas langsung, umum, bebas dan rahasia. Serta tidak memenuhi prinsip jujur dan adil (jurdil).