Faktor kedua mengapa PDI-P sejak reformasi bergulir, tetap bisa menjadi partai besar, ialah, tema yang diusungnya mengena, menyentuh hati rakyat yang memilihnya.
PDI-P adalah partainya wong cilik. Sebuah tag line yang sudah menyatu dengan hati rakyat.
Jargon-jargon yang selalu dipakai Megawati terhadap kader-kadernya, “merdeka,” juga selalu menggugah semangat.
Bisa jadi banyak yang menilai bahwa jargon tersebut usang. Bagi Megawati, kata merdeka tak pernah mengenal titik henti. Kian kesesatan terjadi, termasuk kesesatan arah dan pikiran, kata merdeka tetap mujarab.
Merdeka bisa merepresentasi banyak hal, sekaligus bisa menjadi penawar segala ihwal.
Saya pernah menonton film Green Book. Ia berkisah tentang eloknya persahabatan antara majikan yang berkulit hitam, Doktor Shirley (Mahershala Ali), pemain musik handal yang hidup di papan atas di Amerika dengan seorang pembantu setia, Toni Lip (Viggo Mortensen) yang berkulit putih, tidak tamat sekolah dasar, menempati posisi bawah, dan sangat temperamental.
Perilaku kesehariannya menegaskan bahwa ia anak jalanan yang cenderung menghalalkan segala cara, termasuk menyogok polisi.
Film ini dengan getir mengolok diskriminasi warna kulit di Amerika Serikat ketika itu.
Hujan deras datang mengguyur tatkala mereka sedang dalam mobil yang berlari sedang. Polisi datang menyetop mobil mereka.
Aparat negara tersebut menyoal mengapa Dr. Shirley yang hitam itu memasuki kawasan kota yang melarang kehadirannya, hanya karena ia hitam.
Tidak menerima perlakukan itu, Toni langsung menonjok wajah petugas.
Di rumah tahanan, sang majikan yang selalu santun itu menasehati Toni, “Kekerasan tidak pernah membuatmu menang. Dengan mempertahankan martabatmu, kamu bisa menang, dan martabat selalu menang.”
Dalam memimpin PDI P, Megawati sudah membuktikan itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.