JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lokataru Foundation Nurkholis Hidayat menilai bahwa baik aparat kepolisian maupun massa melakukan tindak kekerasan selama kerusuhan di Jakarta pada 21-22 Mei 2019.
"Pelaku kekerasan itu saya kira temuan ini mengonfirmasi bahwa pelaku kekerasan tidak hanya oleh aparat kepolisian tapi juga massa, jadi kedua belah pihak terlibat sebagai pelaku kekerasan," ungkap Nurkholis saat konferensi pers di Gedung YLBHI, Jakarta Pusat, Minggu (26/5/2019).
Kesimpulan itu ia ambil dari hasil temuan yang dilakukan bersama beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat lainnya selama peristiwa tersebut.
Baca juga: Cerita di Balik Video Viral Anggota Brimob Main Sulap Bareng Jurnalis Asing pada Aksi 22 Mei
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan saksi, informasi dari media, pernyataan pemerintah, penelusuran dokumen, dan analisis hukum.
Kekerasan yang dilakukan oleh massa misalnya saat aksi saling lempar batu, hingga adanya temuan bom molotov di lapangan. Bahkan menurut keterangan laporan temuan tersebut, kedua belah pihak saling melempar batu.
Selain itu, peristiwa pengeroyokan oleh oknum Brimob di depan Masjid Al Huda Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (23/5/2019).
Pria yang dipukuli dalam video itu adalah Andri Bibir. Menurut keterangan polisi, Andri ditangkap karena diduga terlibat sebagai salah satu perusuh dan provokator dalam aksi di depan Bawaslu.
Nurkholis menegaskan bahwa segala bentuk kekerasan pada peristiwa kerusuhan tersebut tidak dapat dibenarkan.
"Tindakan-tindakan censorship, brutality, itu tidak bisa dijustifikasi oleh apapun, sebagaimana sering dilakukan sejauh ini dan ini bertentangan dengan sejumlah peraturan, kerangka hukum kita tentang HAM, penyiksaan, fair trial, dan lain-lain," ujarnya.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati.
Asfinawati menyayangkan segala bentuk kekerasan yang terjadi, apalagi yang dilakukan oleh pihak kepolisian.
Baca juga: Adian Harap Polisi Berani Ungkap Dalang Kerusuhan 22 Mei
"Tentu saja kita tidak setuju dengan kekerasan apapun, kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat dan kita tidak setuju, tetap tidak setuju apalagi kekerasan dilakukan oleh aparat penegak hukum," ungkap Asfinawati di konferensi pers yang sama.
Sebelumnya, beberapa lembaga swadaya masyarakat melakukan pemantauan terhadap aksi kerusuhan yang terjadi di beberapa titik di Jakarta pada 21-22 Mei 2019.
Hasil pemantauan terhadap aksi kerusuhan tersebut, di antaranya kekerasan terhadap terduga perusuh dan jurnalis, banyaknya korban, hingga sulitnya akses kepada orang yang ditangkap.