JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Tim Advokasi pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, membawa ketidakpuasan hasil pemilihan presiden ke Mahkamah Konstitusi adalah langkah yang tepat dan terhormat.
Semua pihak harus mengedepankan penyelesaian sengketa melalui badan peradilan yang bebas dan mandiri serta terlepas dari pengaruh pihak manapun juga.
"Saya percaya bahwa hukum adalah mekanisme penyelesaian konflik secara damai, adil dan bermartabat," kata Yusril dalam keterangan tertulis, Sabtu (25/5/2019), seperti dikutip Antara.
Untuk itu, mantan Menteri Kehakiman dan HAM tersebut menyambut baik pendaftaran perselisihan hasil pemilu oleh Kubu 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ke Mahkamah Konstitusi Jumat (24/5/2019) malam.
Baca juga: Ini 8 Pengacara yang Dipilih Prabowo-Sandi untuk Gugat Hasil Pilpres
Yusril percaya sembilan hakim MK yang ada sekarang ini adalah negarawan pengawal konstitusi yang berintegritas tinggi.
Dengan dibawanya sengketa Pilpres ke MK, Yusril meminta agar masyarakat tenang dan tidak lagi melakukan unjuk rasa yang berujung kerusuhan.
Unjuk rasa secara damai tentu boleh karena hal itu merupakan hak warganegara yang dijamin konstitusi.
Baca juga: Pengacara Prabowo-Sandiaga Anggap Bawaslu Tak Mampu Ungkap Kebenaran
Namun, kata dia, tuntutan dalam unjuk rasa oleh sebagian orang tidak bisa diklaim sebagai pelaksanaan dari asas kedaulatan rakyat.
Kedaulatan memang ada di tangan rakyat. Tetapi pelaksanaannya dilakukan menurut mekanisme yang diatur oleh Undang-Undang Dasar.
"Itulah amanat amandemen UUD 45 yang wajib kita pedomani," kata Yusril.
Ia mengatakan, kedaulatan Rakyat jangan disalah-artikan seolah-olah rakyat boleh melakukan apa saja yang dia kehendaki di bidang ketatanegaraan. Kedaulatan rakyat yang paling esensial baru saja dilaksanakan melalui Pemilu yang lalu.
Baca juga: Jubir MK: Siapa yang Menyebut Ada Kecurangan Wajib Membuktikannya
Jika terjadi sengketa hasil Pemilu itu, maka MK sebagai lembaga pelaksana kedaulatan rakyat di bidang hukum sebagaimana diatur oleh UUD 45 yang berwenang untuk memutuskannya.
Tidak ada pihak manapun, termasuk Paslon Capres-Cawapres beserta rakyat yang menjadi pendukungnya, yang dapat memutuskan sengketa itu kecuali MK.
Putusan MK yang diktumnya memutuskan siapa yang memperoleh suara terbanyak dalam hasil Pilpres yang disengketakan, nantinya wajib ditindaklanjuti oleh KPU sebagai penyelenggara Pemilu, katanya.