JAKARTA, KOMPAS.com - Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sumiyati mengatakan, pihaknya menghargai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani kasus dugaan korupsi pengadaan 16 kapal patroli pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
"Kami dari Kemenkeu tentunya akan mendukung proses atas kasus pengadaan kapal ini dan kami akan menghormati dan mengikuti proses hukum yang akan dijalankan," kata Sumiyati dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (21/5/2019).
Sumiyati menjanjikan jajaran di Kemenkeu siap bekerja sama dengan KPK guna memastikan penanganan kasus ini berjalan dengan baik.
Baca juga: Kerugian Negara dalam Korupsi 16 Kapal Ditjen Bea Cukai Diduga Rp 117,7 Miliar
Di sisi lain, Sumiyati prihatin terjadinya kasus dugaan korupsi terkait pengadaan kapal patroli cepat pada tahun anggaran 2013-2015 ini.
"Kami merasa prihatin bahwa dalam situasi di mana kita sedang gencar-gencarnya untuk melaksanakan penertiban importir yang berisiko tinggi, ternyata salah satu pengadaan sarana prasarana yang sangat kami perlukan, yaitu pengadaan kapal patroli ada masalah yang ditemukan oleh KPK," kata dia.
Menurut dia, internal Kemenkeu sudah berusaha untuk menjaga tata kelola, mulai dari perencanaan, penganggaran, dan pengadaan kapal tersebut.
"Memang ini memakan waktu cukup panjang, kurang lebih tiga tahun, yaitu dari 2013 sampai 2015 dan dari 16 kapal yang diadakan ternyata di antaranya (yang) melalui PT DRU ini yang ada masalah di sini," katanya.
Dalam kasus 16 kapal patroli ini, KPK menduga kerugian keuangan negara yang terjadi sekitar Rp 117,7 miliar.
Baca juga: Empat Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan Kapal Patroli Dicegah ke Luar Negeri
Dalam perkara ini, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) Istadi Prahastanto, Ketua Panitia Lelang Heru Sumarwanto dan Direktur Utama PT Daya Radar Utama (DRU) Amir Gunawan.
KPK menduga ketiganya melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.