JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga kerugian keuangan negara akibat dugaan korupsi pengadaan 16 unit kapal patroli cepat pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2013-2015, sekitar Rp 117,7 miliar.
"Dugaan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam pengadaan 16 kapal patroli cepat ini adalah Rp 117.736.941.127," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (21/5/2019).
Dalam perkara ini, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) Istadi Prahastanto, Ketua Panitia Lelang Heru Sumarwanto dan Direktur Utama PT Daya Radar Utama (DRU) Amir Gunawan.
Baca juga: KPK Tetapkan 4 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Kapal Patroli
KPK menduga ketiganya melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dugaan korupsi bermula pada bulan November 2012 ketika Sekretaris Jenderal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengajukan permohonan persetujuan kontrak tahun jamak kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan untuk pengadaan 16 kapal tersebut.
Baca juga: Dugaan Korupsi Pengadaan Kapal, KPK Sebut Kerugian Negara Lebih dari Rp 100 Miliar
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mendapat alokasi anggaran untuk pengadaan kapal patroli itu sebesar Rp 1,12 triliun.
"Dalam proses lelang, IPR (Istadi), diduga memutuskan menggunakan metode pelelangan terbatas untuk kapal patroli cepat 28 meter dan 60 meter, dan pelelangan umum untuk kapal patroli cepat 38 meter," kata Saut.
Pada proses pelelangan terbatas, Istadi diduga telah menentukan perusahaan yang dipanggil.
Baca juga: KPK Temukan Dugaan Korupsi Pengadaan Kapal, Rumah Pejabat KKP Digeledah
Saat pelelangan, Istadi diduga mengarahkan panitia lelang untuk tidak memilih perusahaan tertentu.
"Setelah pengumuman lelang, IPR sebagai PPK menandatangani kontrak untuk konsultan perencana, konsultan pengawas dan pembangunan kapal patroli cepat dengan nilai total Rp 1,12 triliun," ungkapnya.
Dalam proses pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan, diduga telah terjadi sejumlah perbuatan melawan hukum yang melibatkan ketiga tersangka.
Baca juga: Dalam Dua Hari, KPK Geledah Kantor PT DRU dan Salah Satu Ditjen KKP
Menurut Saut, setelah uji coba kecepatan, 16 kapal patroli cepat tersebut tidak dapat mencapai kecepatan sesuai ketentuan dan tidak memenuhi sertifikasi yang disyaratkan dalam kontrak.
Meski tak memenuhi syarat, pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tetap menerima kapal-kapal tersebut dan menindaklanjuti dengan pembayaran.
Sebanyak 9 dari 16 pengadaan kapal patroli cepat ini dikerjakan oleh PT DRU. Rinciannya, 5 unit ukuran 28 meter dan 4 unit ukuran 38 meter.