JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menolak untuk menindaklanjuti laporan Badan Pemenangan Nasional (BPN) soal dugaan pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif yang terjadi di luar negeri, yang dilakukan oleh paslon nomor urut 01 dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Hal itu disampaikan dalam pembacaan putusan pendahuluan pada sidang dugaan pelanggaran pemilu yang digelar di kantor Bawaslu.
Menanggapi hal itu, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, selama ini KPU mengerjakan semua tugasnya sesuai dengan ketentuan dan regulasi yang ada.
"KPU mengerjakan semua tugasnya sesuai dengan ketentuan dan regulasi yang ada," kata Arief saat ditemui di KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (20/5/2019).
Arief mengatakan, semua yang dituduhkan kepada KPU selalu dijelaskan secara transparan, apa yang dikerjakan dan bagaimana prosedur kerja KPU.
Oleh karena itu, menurut dia, apa yang diputuskan Bawaslu berarti sesuai dengan apa yang dikerjakan KPU.
"Itu sudah kami jelaskan semua dan kemudian disimpulkan Bawaslu berarti sudah sejalan dengan apa yang kita kerjakan sekarang," katanya.
Baca juga: Bawaslu Rekomendasikan 60 Ribu Suara Hasil Pemilu Ulang di Kuala Lumpur Tidak Dihitung
Sebelumnya, Bawaslu mengatakan laporan BPN soal dugaan pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif yang terjadi di luar negeri ditolak untuk ditindaklanjuti karena alat bukti yang dibawa oleh BPN tidak cukup mendukung.
Selain itu, Bawaslu menyatakan, bukti yang dibawa oleh BPN tak menunjukkan adanya dugaan pelanggaran pemilu yang terstruktur dan masif yang dilakukan oleh terlapor.
"Bahwa bukti print out berita online tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus didukung dengan alat bukti lain berupa dokumen, surat, ataupun video yang menunjukkan adanya perbuatan masif yang dilakukan oleh terlapor yang terjadi paling sedikit di 50 persen dari jumlah daerah provinsi di Indonesia," ujar anggota Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo, dalam sidang.