Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman Soroti Minimnya Kebijakan Menyangkut Kesehatan dan Keselamatan Petugas Pemilu

Kompas.com - 20/05/2019, 13:48 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala menyoroti petugas Pemilu 2019 yang meninggal dunia atau jatuh sakit.

Adrianus memandang hal ini terjadi lantaran pelayanan publik saat Pemilu 2019 diselenggarakan dalam waktu singkat, kompleks dan dalam tekanan tinggi.

"Nampaknya kami melihat bahwa amat minimal ketentuan kebijakan yang diciptakan untuk mencegah terjadinya kelelahan bahkan kematian," kata Adrianus dalam konferensi pers Memahami Kematian Petugas KPPS dalam Perspektif Pelayanan Publik di Ombudsman, Jakarta, Senin (20/5/2019).

Adrianus menyoroti tiga permasalahan. Pertama, ada kesan penyikapan Pemilu 2019 sama dengan Pemilu sebelum-sebelumnya. Sehingga semua pihak belum mampu menyesuaikan diri, termasuk menyangkut keselamatan dan kesehatan petugas Pemilu.

Baca juga: Petugas Pemilu yang Meninggal Dunia Bertambah Jadi 486


"Kami juga melihat bahwa ada semacam pembenaran dalam voluntarisme, kesukarelaaan yang dilakukan petugas itu, sementara yang bersangkutan tidak memahami apa yang berpotensi terjadi pada diri mereka," ujarnya.

Ketiga, kata dia, tidak adanya reaksi cepat dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Kementerian Kesehatan untuk mencegah atau menekan jatuhnya korban petugas Pemilu.

Menurut Adrianus, sebagai pemberi layanan, petugas Pemilu seharusnya mendapatkan informasi secara utuh terkait hak, kewajiban dan risiko kerja.

"Jadi, jangan hanya sekadar bahwa dia bekerja. Tapi dia harus tahu risikonya. Minimal kita perlu menjelaskan bahwa, kalau Bapak, Ibu punya riwayat jantung, darah tinggi atau gula, misalnya, maka ketika Bapak, Ibu bekerja bisa gawat loh," kata Adrianus.

Baca juga: Pengakuan Petugas KPPS: Tes Kesehatan Hanya Formalitas

Menurut dia, kebijakan informasi seperti ini penting guna menjalin kesepakatan dan kesepahaman bersama.

"Setelah kemudian dia tahu bahwa bisa gawat namun dia tetap memutuskan tetap menjadi KPPS, oke. Itu timbul kesepakatan bersama. Kalau dia tidak tahu kan, kasihan," ujarnya.

Ia memandang tidak berimbangnya pemberitahuan hak dan kewajiban antara masyarakat pemilih dan petugas Pemilu menciptakan ketidakadilan sendiri.

"Pemilu 2019 lebih fokus pada proses penyelesaian pemungutan dan penghitungan suaranya. Dengan kata lain lebih memerhatikan faktor masyarakat pemilih sebagai penerima layanan. Jadi tidak imbang, ya. Sebaliknya sedikit sekali hal yang dilakukan terkait aspek keselamatan kerja dan kesehatan petugas Pemilu selaku pemberi layanan," papar dia.

"Jangan kemudian honornya rendah tapi beban kerjanya berat, risikonya besar, itu kan menjadi enggak adil," sambung dia.

Di sisi lain, ia juga menyoroti tidak adanya unit kerja atau satuan tegas untuk memantau keselamatan dan kesehatan para petugas.

Adrianus menyimpulkan adanya indikasi maladministrasi pada sejumlah pihak terkait.

"KPU karena tidak melakukan upaya maksimal dalan mencegah, juga Bawaslu sebagai oversight mengingatkan agar jangan sampai ada korban. Kemenkes dalam memberikan perhatian terhadap yang sakit. Dan negara secara umum sebagai pihak yang menyusun undang-undang. Itu indikasi maladministrasi yang kami temukan," papar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com