JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah elite Partai Demokrat merasa geram atas pernyataan netizen di media sosial.
Kegeraman itu karena Ani Yudhoyono, istri Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, yang sedang menderita kanker darah disudutkan.
Tiga bulan terakhir, Ani Yudhoyono menjalani perawatan di National University Hospital, Singapura.
Selama itu pula, SBY selalu mendampingi Ani di sana. Kondisi ini membuat SBY tidak bisa banyak turun selama tahapan pemilu baik Pilpres maupun Pileg 2019.
Baca juga: Gara-gara Buzzer, Politisi Demokrat Ini Juga Ingin Mundur dari Barisan Prabowo-Sandiaga
Di Twitter, sejumlah netizen menyebut sakit yang diderita Ani Yudhoyono hanya sebuah modus atau pura-pura. Hal ini membuat SBY tidak bisa maksimal membantu Koalisi Indonesia Adil dan Makmur.
Pernyataan para warganet ini pun ditanggapi oleh sejumlah elite Demokrat yang aktif di media sosial Twitter, salah satunya Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon.
Jansen mengatakan, serangan terhadap Ani Yudhoyono sangat tidak patut.
"Tuduhan Ibu Ani pura-pura sakit atau merekayasa dirinya pura-pura sakit itu benar-benar menurut kami biadab. Politik itu memang keras, tapi kan tidak harus mencabut jiwa kemanusiaan kita," ujar Jansen ketika dikonfirmasi, Minggu (19/5/2019).
Jansen mengatakan, serangan terhadap Ani sama saja tidak menghargai perjuangan Partai Demokrat untuk memenangkan Prabowo-Sandiaga.
Baca juga: Demokrat: Kami Tetap Bersama 02 Sampai 22 Mei 2019
Meski tidak ada SBY, kata Jansen, kader Partai Demokrat lainnya tetap berjuang untuk Prabowo-Sandiaga.
"Ibu Ani ini posisinya sudah seperti ibu kandung kami seluruh kader Demokrat. Dengan kejadian Beliau dituduh tuduh sakit rekayasa ini sungguh telah menyakiti hati saya dan hati seluruh kader Demokrat," kata Jansen.
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean.
Ferdinand mengatakan politik seharusnya tidak boleh menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan. Akhir-akhir ini Demokrat sering diserang terkait sikap politiknya yang dinilai "abu-abu".
Partai tersebut dicurigai ingin bergabung dengan koalisi petahana.
Baca juga: Ferdinand Hutahaean: Saya Berhenti Mendukung Prabowo-Sandiaga
Ferdinand mengatakan, selama ini kader Demokrat tidak pernah memusingkan tuduhan itu dan tetap ikut berjuang bersama koalisi Prabowo-Sandiaga.
"Kami tidak begitu mengambil pusing dengan kritikan itu karena kami paham politik. Tetapi kalau sudah masuk ke ranah kemanusiaan, tidak bisa ditolerir," ujar Ferdinand.
Sejumlah elite Demokrat lain juga menyampaikan kekecewaan atas sikap netizen ini melalui akun Twitter masing-masing, mulai dari Wasekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik dan Andi Arief.
Atas situasi ini, beberapa elite Demokrat mengeluarkan pernyataan keras terkait sikap pribadinya.
Jansen Sitindaon mengatakan hal ini seharusnya menjadi bahan pertimbangan bagi partai mengnenai kelanjutan koalisi.
"Situasi ini jelas menjadi bahan pertimbangan kami apakah kami masih pantas terus berada di koalisi Prabowo ini atau segera mundur saja dari koalisi ini," ujar Jansen.
Namun, secara kelembagaan hal itu harus diputuskan oleh ketua umum.
Meski demikian, Jansen pribadi mengaku sudah tidak ingin berada pada barisan Prabowo-Sandiaga lagi.
Baca juga: Demokrat Harap Kekompakan Tokoh Forum Bogor Menular ke Politisi Senior
"Tapi kalau ditanya sikap pribadi saya sebagai kader, maka saya sungguh sudah tidak nyaman dengan keadaan ini. Dan saya pribadi akan pamit baik baik mundur dari barisan Pak Prabowo ini," kata anggota Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga ini.
Sementara itu, Ferdinand juga menyampaikan hal senada. Dia menyatakan berhenti mendukung Prabowo-Sandiaga.
Ferdinand juga mengaku akan menyarankan kepada partai untuk keluar dari koalisi ini.
"Saya akan minta kepada partai agar juga berhenti mendukung 02. Tapi sekali lagi itu keputusan partai, tapi keputusan pribadi saya sudah saya nyatakan (berhenti dukung Prabowo-Sandiaga)," ujar Ferdinand.
Di tengah kegusaran elite Demokrat, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan menekankan sikap partainya dalam Koalisi Indonesia Adil dan Makmur.
Kata dia, koalisi akan berakhir seiring pengumuman hasil Pemilu Serentak 2019. Hasil Pemilu 2019 akan diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei 2019.
"Saat ini saya luruskan, Demokrat tetap bersama 02, sampai nanti tanggal 22 Mei," kata Hinca, di sela rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional di Gedung KPU RI, Jakarta, Senin (20/5/2019) dini hari, seperti dikutip dari Antara.
Terkait sikap sejumlah kader seperti Ferdinand, Hinca bisa memahami kegusaran itu.
Namun, dia menegaskan, Demokrat akan menuntaskan janji koalisi ini hingga 22 Mei. Setelah itu, partak politik memiliki kedaulatan masing-masing untuk menentukan sikap politiknya.
"Bagi Demokrat, menyentuh garis finish, koalisi harus kami tuntaskan dengan konsisten sampai 22 Mei itu," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.