Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MUI: Masyarakat Jangan Terprovokasi Ikut "People Power" karena Bisa Membawa Kerusakan

Kompas.com - 17/05/2019, 19:31 WIB
Inggried Dwi Wedhaswary

Editor

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Ulama Indonesia mengajak umat Islam dan masyarakat umum untuk tidak ikut gerakan "people power".

Ketua MUI bidang Pendidikan dan Kaderisasi, KH Abdullah Jaidi mengatakan, jika ada dugaan kecurangan pemilu sebaiknya dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang memiliki nilai mudarat lebih ringan daripada pengerahan massa.

Menurut dia, hal ini perlu dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI.

"Mengimbau masyarakat tidak terprovokasi mengikuti gerakan 'people power' karena hal itu bisa membawa kerusakan yang sangat besar dan mengancam kedaulatan serta keutuhan NKRI," kata Jaidi, di Gedung MUI, Jakarta, dalam kesempatan Tausiyah Kebangsaan untuk Perdamaian, Jumat (17/5/2019), seperti dikutip dari Antara.

Baca juga: Permadi Dicecar 21 Pertanyaan, Salah Satunya soal Ajakan People Power

Jaidi mengatakan, UU memberikan legitimasi pada MK jika terjadi sengketa pemilu.

Ia menekankan, semua kalangan harus menghormati kesepakatan yang sudah tertuang dalam undang-undang termasuk memberi amanah pada MK yang memiliki legitimasi.

"Sebagai Muslim secara luas kita diatur dalam kaidah hukum yang ada. Kita patuhi kesepakatan yang kita buat. Kalau aturan di sana sini dilanggar maka apa jadinya masyarakat. Terbelahnya masyarakat ini untuk merajutnya kembali perlu biaya tinggi dan waktu panjang," ujar Jaidi.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi mengatakan, jika memang ditemukan kecurangan sebaiknya pihak terkait menempuh jalur hukum melalui Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Ini Ancaman Hukuman Pelaku Penulis 200 Korban Jiwa Saat People Power di Facebook

 

"Kalau ada pihak yang tidak mengakui keberadaan MK ini disayangkan. Seharusnya peserta pemilu baik paslon atau parpol ketika ada kecurangan atau dugaan terkait pelanggaran pemilu harus melakukan tindakan yang sesuai undang-undang," kata Zainut.

Menurut dia, MK dapat membatalkan hasil pemilu di suatu daerah pemilihan jika memang terbukti terjadi kecurangan.

Oleh karena itu, jika memang ada bukti kecurangan agar dilaporkan dan selanjutnya akan diuji oleh hakim.

Zainut mengatakan, MK memiliki legitimasi yang tinggi karena keberadaannya muncul dari kesepakatan pemerintah dan DPR serta ada UU yang mengaturnya.

Baca juga: Ini Alasan Honorer Dinsos Sebut Akan Ada 200 Korban Jiwa Saat People Power

Menolak legitimasi MK dengan "people power" dinilainya saka saja menolak kesepakatan undang-undang yang merupakan kesepakatan perjanjian bersama.

Pada kesempatan yang sama, Ketua MUI bidang Kerukunan Umat Beragama Yusnar Yusuf meminta peserta pemilu untuk menaati komitmen bersama hasil pemilu dengan semangat siap menang dan siap kalah yang didasari kejujuran dan kebenaran.

"Peserta pemilu agar menempuh jalur hukum jika ada kecurangan. Jalur hukum adalah pilihan masyarakat yang menjunjung nilai demokrasi, paling ringan mudaratnya," kata Yusnar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com