Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Geger Santet, Tragedi Pembantaian di Banyuwangi pada 1998

Kompas.com - 17/05/2019, 14:32 WIB
Aswab Nanda Prattama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

Orang yang sebelumnya telah terdaftar dalam radiogram langsung ditangkap dan dibunuh.

Keberadaan gerakan ini juga mendapat "dukungan" masyarakat. Informasi mengenai lokasi dan tempat tinggal yang ada dalam radiogram didapat Gantung dari masyarakat.

"Masyarakat seolah-olah percaya bahwa sekelompok orang itu merupakan utusan pemerintah. Makanya, gerakan itu disahkan oleh negara," ujar Latif.

Gerakan semakin masif karena kontrol pemerintah kurang saat itu. Kekuasaan Orde Baru melemah seiring terjadinya kerusuhan Mei 1998 yang diikuti jatuhnya Presiden Soeharto.

Pemeritah mulai mendengar desas-desus ini dan membantah bahwa Gantung merupakan kepanjangan tangan pemerintah atau aparat keamanan. Tak lama setelah itu, masyarakat mulai memahami dan semakin menjauhi gerakan itu.

Munculnya Ninja

Namun, muncul kelompok lain yang dikenal dengan istilah "Ninja". Tak banyak informasi mengenai dari mana kelompok ini berasal. Nama mereka pun didapat dari pakaian yang dikenakan untuk menutupi wajah.

"Penamaan ninja berasal dari wartawan yang ketika itu melihat orang ini," ucap Latif.

Biasanya, Ninja menggunakan pakaian serba hitam dan melakukan pembunuhan tanpa mengenal waktu dan tempat.

Siang hari, mereka juga tak segan-segan melakukan pembunuhan. Bahkan, banyak yang mengatakan bahwa Ninja bisa terbang dan meloncat dari rumah ke rumah.

Ninja ternyata lebih kejam dalam membunuh sasaran. Tak hanya hanya orang yang dianggap dukun santet, Ninja juga menghabisi ulama, ustaz, dan tokoh agama di wilayah Banyuwangi.

Muncul ketakutan di masyarakat Banyuwangi karena kelompok Ninja bergerak dengan bebas. Polisi dianggap kesulitan mengatasi aksi Ninja.

Akibatnya, banyak orang yang mulai mengungsi untuk cari tempat aman. Selain itu, penjagaan swadaya juga dilakukan warga.

Label yang menunjukkan nama di rumah seseorang juga dicopot untuk menghindari keberingasan para Ninja. Beberapa orang mengatakan bahwa para Ninja memiliki badan yang tegap dan berbahasa Indonesia.

Melihat maraknya aksi ini, muncul desakan dari ulama Jawa Timur kepada pemerintah pusat.

Mereka juga menuntut pemerintah mengusut dan menindak tegas sesuai hukum para auktor intelektualis dan semua pihak yang bertanggung jawab dalam peristiwa berdarah di Banyuwangi.

Baca juga: Komnas HAM Ungkap Hasil Penyelidikan Kasus Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999

Tak lama setelah itu, pemerintah mulai menurunkan tim dan terjun ke Banyuwangi. Banyak orang yang sebelumnya melakukan pembunuhan terhadap dukun ditangkap dan diadili.

Sampai sekarang, tragedi Geger Santet dikenang sebagai peristiwa kelam di Banyuwangi. Agar stigma Banyuwangi tak identik dengan magis, pemerintah setempat pun melakukan sejumlah upaya. Salah satunya adalah dengan menonjolkan sektor pariwisata.

Secara perlahan, citra Banyuwangi dikenal sebagai tempat dengan berbagai lokasi wisata yang indah. Berbagai hal tentang santet pun tak lagi identik dengan wilayah yang masuk ke dalam kawasan tapal kuda Jawa Timur itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com