JAKARTA, KOMPAS.com - Kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menolak hasil rekapitulasi pemilu presiden 2019 yang akan ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei mendatang.
Alasannya, mereka menuduh telah terjadi kecurangan selama penyelenggaraan pemilu, dari masa kampanye hingga rekapitulasi hasil perolehan suara yang saat ini masih berjalan.
Salah satu yang masih dipermasalahkan Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga adalah daftar pemilih tetap (DPT) yang ditetapkan KPU.
BPN menganggap janggal 17,5 juta DPT. Mereka menemukan adanya sejumlah TPS yang seluruh daftar pemilihnya memiliki tanggal lahir yang sama, yakni 1 Januari 1949.
Baca juga: BPN Kembali Singgung 17,5 Juta DPT Janggal Saat Ungkap Bukti Dugaan Kecurangan
BPN memberi contoh beberapa TPS seperti TPS 13 dan TPS 16, Desa Nanggerang, Kecamatan cicurug, Sukabumi.
Kemudian TPS 05, Kecamatan Bandung, Tulungagung, Jawa Timur.
Kecurigaan BPN itu kemudian dimentahkan netizen di media sosial berdasarkan hasil rekap di tingkat TPS.
Nyatanya, di TPS 13 Desa Nanggerang, pasangan Prabowo-Sandiaga menang. Salinan C1 di TPS tersebut kemudian diedarkan.
Penelusuran Kompas.com dalam Situng KPU, Prabowo-Sandiaga memang menang di TPS tersebut dengan perolehan 130 suara. Sementara Joko Widodo-Ma'ruf Amin hanya memperoleh 47 suara.
Adapun di TPS 16 Desa Nanggerang, belum diunggah hasil rekapitulasi ke dalam Situng KPU.
Sementara itu, di TPS 05 Desa Suruhan Lor, Kecamatan Bandung, Tulungagung, Jokowi-Ma'ruf menang dengan perolehan 137 suara. Prabowo-Sandiaga memperoleh 29 suara.
Saat dikonfirmasi, Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (BPN) Priyo Budi Santoso mengatakan, persoalan kejanggalan DPT tidak bisa dilihat hanya dari satu TPS.
Menurut Priyo, tim IT BPN memiliki data mengenai kejanggalan DPT di ratusan ribu TPS.
"Kenapa kok hanya menyorot satu TPS di satu desa. Padahal ada ratusan ribu bahkan lebih kecurangan yang terjadi secara masif," ujar Priyo saat dihubungi, Kamis (16/5/2019).
Secara terpisah, Wakil Direktur bidang IT BPN Vasco Ruseimy memastikan pihaknya memilliki data mengenai kejanggalan DPT yang menguntungkan pasangan calon nomor urut 01.
Berdasarkan data BPN, pasangan Jokowi-Ma'ruf memperoleh suara terbanyak di banyak TPS. Namun di TPS tersebut terdapat kejanggalan DPT yang belum diperbaiki oleh KPU.
Baca juga: TKN: Kata BPN Ada TPS Siluman di Desa Nanggerang, Ternyata yang Menang 02
"Justru lebih banyak 01 menang di DPT yang janggal itu. Itu banyak banget yang kejadian seperti itu. Malah ada yang suaranya Pak Jokowi di atas jumlah suara sah," kata Vasco.
Vasco mengatakan pihaknya siap membuka data mengenai kejanggalan data DPT jika ada pihak-pihak yang mempertanyakan, termasuk dari Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf.
Juru bicara TKN Arya Sinulingga meragukan data kecurangan BPN di TPS 13, Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat.
"Ini ada ratusan ribu data DPT yang janggal. lebih baik adu saja, adu data dari masing-masing tim IT," kata Vasco.
Sebelumnya Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan mengenai DPT yang dianggap janggal oleh BPN.
Menurut Zudan, temuan itu justru merupakan sesuatu yang wajar.
"Kebijakan tentang tanggal lahir 31 Desember sudah berlangsung lama, semenjak Kemendagri menggunakan SIMDUK (Sistem Informasi Manajemen Kependudukan)," ujar Zudan melalui pesan singkat kepada wartawan, Senin (11/3/2019).
Ketika Dukcapil Kemendagri menggunakan SIMDUK, sebelum tahun 2004, seluruh penduduk di Indonesia yang lupa atau tidak tahu akan tanggal lahirnya, akan dituliskan lahir pada tanggal 31 Desember pada kartu identitasnya.
Kemudian, pada 2004, Dukcapil menggunakan (SIAK) Sistem Informasi Kependudukan dalam pengelolaan data base warga negara Indonesia. Sejak menggunakan SIAK, warga negara yang tak mengetahui atau lupa akan tanggal lahirnya, akan ditulis lahir pada 1 Juli.
"Bila dia tidak ingat tanggal, tapi ingat bulannya, maka ditulis tanggal 15 dengan bulan lahir yang dia ingat," papar Zudan.
Kebijakan tersebut kemudian diperkuat kembali menggunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2010 tentang Formulir dan Buku yang Digunakan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
"Dengan demikian, kita sekarang bisa mengetahui mengapa banyak orang Indonesia bertanggal lahir 1 Juli, 31 Desember atau tanggal 15 ya," ujar Zudan.