KOMPAS.com – Selama proses penyelenggaraan Pemilu 2019, persaingan ulang antara Joko Widodo dengan Prabowo Subianto berjalan ketat.
Persaingan itu tidak hanya dalam memperebutkan jumlah suara pemilih, namun juga sejumlah manuver pasca-pemungutan suara yang berlangsung pada 17 April 2019 silam.
Salah satunya, kedua pihak banyak mengemukakan temuan kecurangan pemilu yang terjadi di berbagai lini, terutama yang diungkapkan pasangan calon Prabowo-Sandiaga Uno.
Kubu Prabowo-Sandiaga mengklaim temukan kecurangan dilakukan pihak lawan yang merupakan petahana, baik di tahapan kampanye, pemungutan suara, atau pasca-pemilu.
Bahkan, beberapa hari terakhir ini Prabowo maupun pihak Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga sebagai tim suksesnya menyatakan tidak akan memabawa permasalahan ini lebih lanjut hingga ke Mahkamah Konstitusi.
Seperti apa faktanya? Berikut paparannya:
Calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno mengatakan belum ada rencana untuk membawa masalah pemilu ini ke tingkat MK.
Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini masih akan menunggu hasil penghitungan resmi Komisi Pemilihan Umum pada 22 Mei nanti. Ini menyebabkan Prabowo-Sandiaga belum memiliki rencana untuk memperkarakan permasalahan sampai ke tingkat yudikatif.
Hal itu disampaikan Sandiaga saat melakukan takziah di kediaman salah satu petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia, di Jalan Ngagel Jaya Utara, Surabaya, Rabu (15/5/2019).
"Kami belum sampai ke titik di sana. Nanti kami menunggu hasil. Kami tidak ingin berandai-andai. Kami tidak ingin memberi hipotesis karena kami juga menunggu masukan dari para ahli," kata Sandi.
Baca juga: Sandiaga: Belum Ada Rencana ke MK, Kami Tunggu Hasil Pemilu
Berdasarkan pengalaman pada Pemilu 2014, MK tidak efektif dalam menyelesaikan permasalahan yang kubu Prabowo bawa. Ketika itu, Prabowo berpasangan dengan Hatta Rajasa.
“Kemungkinan besar BPN tidak akan menempuh jalan Mahkamah Konstitusi karena pada 2014 kami sudah mengikuti jalur itu dan kami melihat bahwa Mahkamah Konstitusi itu useless dalam persoalan pilpres,” kata Fadli di kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Rabu 15/5/2019).
Fadli menyebut, sebagian anggota MK merupakan orang-orang politik sehingga tidak bisa diandalkan independensinya dalam menyelesaikan kasus pemilu ini.
"Tidak ada gunanya itu MK karena pada waktu itu maraton sidang-sidang, tapi buktinya pun tidak ada yang dibuka, bahkan sudah dilegalisir, sudah pakai meterai," ucap Fadli tentang pengalaman Pemilu 2014.