JAKARTA, KOMPAS.com - Korupsi memang tidak pernah pandang bulu. Berbagai hal yang berurusan dengan keuangan negara selalu bisa dimanfaatkan sebagai lahan korupsi.
Salah satunya seperti yang diduga dilakukan para pejabat di Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Mereka diduga menerima suap dan gratifikasi terkait proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM).
Tak tanggung-tanggung, mulai dari proyek pembangunan SPAM di Istana Presiden, hingga proyek penanggulangan bencana alam gempa bumi dan tsunami di Donggala, Sulawesi Tengah, dijadikan lahan korupsi.
Hal itu diungkap jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (15/5/2019).
Istana Merdeka dan Istana Cipanas
Kepala Satuan Kerja Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Anggiat Partunggul Nahat Simaremare didakwa menerima gratifikasi dalam 15 mata uang senilai miliaran rupiah.
Menurut jaksa, salah satunya Anggiat diduga menerima gratifikasi dari kontraktor yang melaksanakan proyek SPAM di Istana Merdeka, Jakarta dan Istana Presiden di Cipanas, Jawa Barat.
Menurut jaksa, Anggiat pernah menerima Rp 500 juta melalui Asri Budiarti dan Olly Yusni Ariani yang menggunakan PT Bayu Surya Bakti Konstruksi. Perusahaan itu mengerjakan paket di Satuan Kerja Strategis, yaitu paket SPAM Istana Merdeka dan Istana Cipanas.
Baca juga: KPK Dapat Banyak Laporan soal Potensi Korupsi pada Pemilihan Rektor
Selain itu, perusahaan itu juga mengerjakan paket SPAM AAU dan Akpol.
Menurut jaksa, pada 2018, Anggiat menjadi penanggung jawab beberapa proyek. Pertama, Pembangunan SPAM di Istana Merdeka dan Istana Cipanas, yang dikerjakan PT Bayu Surya Bakti Konstruksi.
Kemudian, konsultan supervisi pembangunan SPAM kawasan Istana Merdeka dan Istana Cipanas yang dilaksanakan PT Tunas Intercomindo Sejati.
Selain itu, Anggiat menjadi penanggung jawab proyek optimalisasi pembangunan SPAM kawasan Istana Merdeka dan Istana Cipanas yang dilaksanakan PT Tirta Sari Mandiri.
Selain Anggiat, Teuku Mochamad Nazar didakwa menerima suap 33.000 dollar Amerika Serikat. Uang itu diduga terkait proyek penanganan bencana alam yang terjadi di Donggala, Sulawesi Tengah, pada 2018 lalu.
Proyek yang dimaksud yakni pekerjaan penanganan tanggap darurat SPAM Sulawesi Tengah, yang berlokasi di Donggala. Proyek itu senilai Rp16,480 miliar.
Menurut jaksa, Nazar selaku Kepala Satuan Kerja (Kasatker) sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) pada proyek Penanganan Tanggap Darurat SPAM Sulawesi Tengah 2018, telah melakukan penunjukan langsung PT Tashida Sejahtera Perkara (TSP) sebagai pelaksana proyek penanggulangan bencana.