KOMPAS.com – Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyatakan tidak menerima hasil penghitungan suara yang dilakukan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Hasil resmi rekapitulasi suara secara nasional, jika sesuai rencana, maka akan diumumkan pada Rabu (22/5/2019) depan.
Namun, baik BPN maupun Prabowo mengaku tidak akan menerima hasil penghitungan suara tersebut dan akan melanjutkan laporan kecurangan pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Berikut 5 faktanya:
Dalam acara "Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019" di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Selasa (14/5/2019), calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan tidak akan menerima hasil penghitungan suara yang dilakukan KPU.
"Saya akan menolak hasil penghitungan suara pemilu, hasil penghitungan yang curang. Kami tidak bisa menerima ketidakadilan dan ketidakjujuran," kata Prabowo.
Ia pun mengaku bahwa kubunya telah mengumpulkan sejumlah bukti terkait kecurangan yang mereka yakini terjadi.
Tak jauh berbeda dengan Prabowo, Ketua BPN Prabowo-Sandiaga, Djoko Santoso mengutarakan bahwa pihaknya juga akan menolak hal tersebut.
"Kami BPN Prabowo-Sandi bersama rakyat Indonesia yang sadar hak demokrasinya, menyatakan menolak hasil penghitungan suara dari KPU RI yang sedang berjalan," kata Djoko.
Baca juga: Prabowo: Saya Akan Menolak Hasil Penghitungan Suara Pemilu
Dalam acara yang sama, tim teknis BPN Prabowo-Sandiaga memaparkan berbagai bentuk kecurangan yang terjadi, mulai dari masa kampanye, pencoblosan, dan setelah masa pemungutan suara.
Dugaan bentuk kecurangan itu, antara lain adanya permasalahan daftar pemilih tetap (DPT) fiktif, politik uang, pengerahan aparat, surat suara tercoblos, hingga salah input data di sistem hitung KPU.
Sementara itu, Djoko Santoso menganggap bahwa BPN telah melaporkan temuan dugaan kecurangan ini sejak awal, akan tetapi tidak ditindaklanjuti KPU.
“Beberapa waktu lalu kami sudah kirim surat ke KPU, tentang audit terhadap IT KPU, meminta dan mendesak dihentikan sistem penghitungan suara di KPU yang curang, terstruktur, dan sistematis," ujar Djoko.
Baca juga: BPN Prabowo-Sandi Tolak Hasil Penghitungan Suara KPU
Menanggapi pernyataan tim BPN Prabowo-Sandiaga, KPU mengaku tidak ada yang perlu dipermasalahkan dari penolakan itu.
Komisioner KPU Ilham Saputra mempersilakan kubu 02 untuk melaporkan temuan kecurangan dan melanjutkannya sesuai dengan koridor hukum yang berlaku di Indonesia.
"Ya enggak ada masalah kalau ada ditemukan indikasi kecurangan. Dilaporkan saja kepada lembaga terkait, misalnya ke Bawaslu biar mereka yang memproses," kata Ilham di kantor KPU, Selasa (14//5/2019).
Menurut dia, KPU membuka diri terhadap segala bentuk kritik atau koreksi yang disampaikan berbagai pihak.
"Prinsipnya, kalau ada indikasi kecurangan silakan dilaporkan kepada institusi yang berwenang yang diamanatkan oleh undang-undang," ujarnya.
Sementara terhadap laporan kecurangan yang sudah masuk sebelumnya, Ilham menyebut laporan tersebut sudah diteruskan dan ditindaklanjuti oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Baca juga: Prabowo Tolak Hasil Pemilu, KPU: Tidak Ada Masalah, Laporkan Saja ke Lembaga Terkait
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Ace Hasan Syadzily mengkritik Prabowo yang tidak mau menerima hasil hitung suara yang dillakukan oleh KPU.
"Kita harus harus menghormati pilihan rakyat. Mereka telah menentukan pilihannya untuk menjadikan Jokowi-Kyai Ma’ruf sebagai capres-cawapres 2019 ini. Seharusnya Prabowo-Sandi malu kepada rakyat," kata Ace.
Ia menyebut penolakan ini sama halnya dengan apa yang dilakukan Prabowo saat kalah Pilpres 2014 lalu. Padahal dalam setiap kompetisi, semestinya ada kesadaran untuk siap kalah dan juga menang.
"Dalam demokrasi itu, ada prinsip dasar yang harus dijunjung tinggi oleh siapa pun bahwa kita harus siap menang dan juga harus siap kalah. Itu prinsip dasar dalam kontestasi berdemokrasi," ujarnya.
Dengan kondisi ini, Ace menilai justru para elitelah yang tidak siap untuk menerima kekalahan, saat rakyat dianggap akan menerima siapapun pemenang yang muncul dari proses demokrasi 17 April kemarin.
"Justru elite-elitenya yang tidak siap berdemokrasi," ucap Ace.
Baca juga: TKN: Seharusnya Prabowo-Sandiaga Malu kepada Rakyat
Saat ini angka itu berubah menjadi 54,24 persen, dengan kemenangan tetap ada di kubu 02. Sementara pasangan Jokowi-Ma'ruf hanya mengumpulkan suara sebanya 44,14 persen.
Hal itu disampaikan anggota Dewan Pakar BPN Laode Kamaluddin mengacu pada data sistem informasi Direktorat Satgas BPN.
"Di tengah banyaknya kecurangan posisi kami masih ada di 54,24 persen. Posisi ini diambil dari total 444.976 TPS atau 54,91 persen. Sudah melebihi keperluan dari ahli statistik untuk menyatakan data ini sudah valid," kata Laode.
Laode menyebut angka ini dapat berubah menjadi sebaliknya, apabila terjadi perampasan suara seperti yang terjadi saat ini.
"Angka ini bisa diubah kalau betul-betul dirampok. Inilah kondisi kami hari ini. Maka kami sampai pada keyakinan bahwa Prabowo-Sandi adalah pemenang," ujarnya.
Baca juga: Perubahan Angka Klaim Kemenangan Prabowo-Sandiaga, dari 62 Persen ke 54 Persen
Sumber: Kompas.com (Kristian Erdianto, Christoforus Ristianto, Jessi Carina)