Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Tantang BPN Prabowo-Sandi Adu Data di Pleno Rekapitulasi

Kompas.com - 15/05/2019, 09:31 WIB
Ihsanuddin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemilihan Umum menantang Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk adu data di rapat pleno terbuka rekapitulasi nasional.

Hal ini disampaikan komisioner KPU, Wahyu Setiawan, menanggapi sikap BPN yang menolak hasil penghitungan suara oleh KPU.

Wahyu menilai sikap BPN tersebut tidak sejalan dengan sikap saksi mereka yang ikut dalam rapat pleno rekapitulasi nasional di Kantor KPU.

Menurut dia, sejauh ini saksi dari Prabowo-Sandi belum pernah menyandingkan data hasil pilpres milik mereka di setiap provinsi yang diklaim berbeda dengan hasil penghitungan KPU.

"Tidak bijak membangun narasi ada kecurangan, tetapi dalam rapat pleno rekapitulasi justru tidak menunjukkan data-data yang mereka miliki," kata Wahyu saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/5/2019).

Baca juga: Prabowo: Saya Akan Menolak Hasil Penghitungan Suara Pemilu

Padahal, lanjut Wahyu, rapat itu harusnya menjadi ajang adu data bagi semua pihak yang berkepentingan dengan hasil pemilu. Setiap saksi dari pasangan calon dan partai politik bisa mengkroscek lagi hasil rekapitulasi KPU dengan data yang masing-masing telah mereka pegang.

"Membangun narasi kecurangan di luar rapat pleno rekapitulasi justru dikhawatirkan akan memperkeruh nalar publik. Harusnya sampaikan saja di rapat pleno jika ada data yang berbeda," kata dia.

Hingga Selasa (14/5/2019) malam, hasil rekapitulasi 19 provinsi telah ditetapkan dalam rapat pleno rekapitulasi di Kantor KPU.

Hasilnya, pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin unggul di 14 provinsi, sedangkan paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menang di 5 provinsi.

Baca juga: Layar dan Mikrofon Rapat Pleno KPU Tiba-tiba Mati, Kubu 02 Tanya “Adakah Unsur Kesengajaan?”

Sementara ini, jumlah perolehan suara Jokowi-Ma'ruf unggul dengan 37.341.145 suara, sedangkan Prabowo-Sandi mendapatkan 22.881.033 suara. Selisih perolehan suara di antara keduanya mencapai 14.460.112.

Namun, pada Selasa sore kemarin BPN Prabowo-Sandi menegaskan menolak penghitungan suara yang tengah berjalan di KPU. Alasannya, BPN mengklaim telah terjadi banyak kecurangan yang merugikan pihaknya di Pilpres 2019.

"Berdasarkan hal tersebut, kami BPN Prabowo-Sandi bersama rakyat Indonesia yang sadar hak demokrasinya menyatakan menolak hasil penghitungan suara dari KPU yang sedang berjalan," kata Ketua BPN Djoko Santoso dalam acara "Mengungkap Fakta-fakta Kecurangan Pilpres 2019" di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (14/5/2019).

Baca juga: Saat BPN Pertanyakan Urutan Rekapitulasi Suara Nasional di KPU...

Dalam acara yang dihadiri oleh Prabowo-Sandi tersebut, tim teknis BPN menyampaikan pemaparan mengenai berbagai kecurangan yang terjadi sebelum, saat pemungutan suara, dan sesudahnya. Di antaranya adalah permasalahan daftar pemilih tetap fiktif, politik uang, penggunaan aparat, surat suara tercoblos, dan salah hitung di website KPU.

BPN juga menampilkan penghitungan suara versi mereka. Anggota Dewan Pakar BPN, Laode Kamaluddin, mengungkapkan, berdasarkan data sistem informasi Direktorat Satgas BPN, perolehan suara Prabowo-Sandi unggul.

Hingga Selasa (14/5/2019), pasangan Prabowo-Sandiaga disebut memperoleh suara sebesar 54,24 persen atau 48.657.483 suara, sedangkan pasangan Jokowi-Ma-ruf Amin memperoleh suara sebesar 44,14 persen.

"Di tengah banyaknya kecurangan posisi kami masih ada di 54,24 persen," ujar Laode.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com