Karena banyaknya mahasiswa, petugas yang sejak pagi telah berjaga-jaga di depan kampus tampaknya tidak bisa membendung dan mundur perlahan-lahan.
Namun, terjadi kesepakatan untuk tak mengadakan long march sampai di depan Kantor Wali Kota Jakarta Barat. Atas kesepakatan tersebut, mahasiswa kemudian menggelar mimbar bebas yang pada intinya menuntut pemerintah untuk secepatnya melaksanakan reformasi politik, ekonomi, dan hukum, serta menuntut dilaksanakannya Sidang Umum Istimewa MPR.
Ketika mahasiswa mulai kembali ke dalam kampus, terdengar suara letusan dari belakang. Ternyata aparat menembaki mahasiswa. Puluhan lainnya kaget dan berusaha menyelamatkan diri.
Petugas keamanan menggunakan berbagai senjata seperti senapan karet dan gas air mata untuk menghalangi serangan balik dari mahasiswa.
Namun, korban tak terelakkan. Mahasiswa meluapkan kemarahannya kepada aparat yang berbuntut kericuhan. Aparat keamanan pun membalas dengan melepaskan tembakan dengan senjata tajam yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti dan sejumlah masyarakat sipil.
Baca juga: 20 Tahun Tragedi Trisakti, Apa yang Terjadi pada 12 Mei 1998 Itu?
Tragedi Trisaksi pada 12 Maret 1998 ini merupakan pemicu aksi yang lebih besar. Setelah korban mendapatkan perawatan, pihak Universitas Trisaksi menuntut aparat keamanan terkait peristiwa ini. Mereka menuntut aparat bertanggung jawab.
Dikutip dari harian Kompas yang terbit pada 14 Mei 1998, ribuan mahasiswa Trisakti yang sedang mengadakan aksi berkabung atas gugurnya rekan-rekan mereka.
Dengan disiplin dan tegas, pihak Universitas Trisakti melarang mahasiswa keluar kampus atau mendekati pagar kampus demi menghindari insiden yang tak diinginkan.
Akan tetapi, banyaknya massa tak bisa dikontrol secara penuh dan kerusuhan pun terjadi pada 13 Mei 1998. Kerusuhan bermula dari kawasan di sekitar Kampus Trisakti yaitu Jalan Daan Mogot, Jalan Kyai Tapa, Jalan S Parman.
Menjelang sore, aksi perusakan dan pembakaran meluas ke kawasan Bendungan Hilir, Kedoya, Jembatan Besi, Bandengan Selatan, Tubagus Angke, Semanan, Kosambi.
Terjadi pembakaran sebuah truk sampah di perempatan jalan layang. Massa kemudian melempari barisan aparat yang memblokade jalan di depan Mal Ciputra dengan batu, botol dan benda lainnya.
Mereka juga mencabuti dan merusak rambu-rambu lalu lintas maupun pagar pembatas jalan. Aparat kemudian mengeluarkan rentetan tembakan peringatan dan gas air mata, yang membuat massa lari.
Baca juga: Keluarga Korban Peringati 20 Tahun Tragedi Kerusuhan Mei 1998
Kerusuhan juga terjadi di Jl Jenderal Sudirman, tepatnya di depan Gedung Wisma GKBI, Gedung BRI I dan II, serta pasar dan pusat pertokoan Bendungan Hilir (Benhil).
Kerusuhan bermula ketika ratusan mahasiswa Unika Atma Jaya menggelar aksi keprihatinan dan duka cita bagi para mahasiswa yang menjadi korban dalam insiden di Universitas Trisakti, sekitar pukul 13.00 WIB.
Aksi ini disambut ratusan pegawai yang berkantor di depan kampus Unika Atma Jaya dan warga yang tinggal di kawasan Benhil dan seputar kampus. Gabungan pegawai dan warga itu berdiri di depan Gedung BRI I dan II, yang berhadapan dengan Kampus Unika Atma Jaya.