Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Demokrat dan PAN Berpotensi Keluar dari Koalisi Prabowo-Sandiaga

Kompas.com - 13/05/2019, 08:26 WIB
Jessi Carina,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada dua partai politik yang dinilai paling berpotensi untuk keluar dari Koalisi Indonesia Adil dan Makmur. Pengamat politik dari Center of Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan dua partai tersebut adalah Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN).

"Memang bagi PAN dan Demokrat, mereka ada potensi juga untuk keluar dari koalisi karena beberapa alasan," ujar Arya kepada Kompas.com, Minggu (12/5/2019).

Hal ini disampaikan Arya setelah melihat indikasi-indikasi retaknya koalisi pengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Misalnya Partai Demokrat yang saat ini dianggap tidak setia dengan koalisi.

Baca juga: Saat Rapat Paripurna, PAN dan Demokrat Diam soal Usul Pembentukan Pansus Pemilu 2019

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mempersilakan Partai Demokrat untuk keluar dari koalisi itu. Sebab sejak awal, Demokrat dinilai tidak punya sikap politik yang jelas.

"Demokrat sebaiknya keluar saja dari koalisi Adil Makmur. Jangan elite-nya dan Ketum kayak serangga undur-undur ya, mau mundur dari koalisi saja pakai mencla mencle segala," ujar Arief.

Arief juga mengatakan bahwa Demokrat tidak memberikan pengaruh terhadap hasil penghitungan Prabowo-Sandiaga.

Bukan hanya Partai Demokrat, PAN juga sempat diisukan akan keluar dari koalisi beberapa waktu sebelumnya. Isunya bermula dari pertemuan Ketua MPR sekaligus Ketua Umuk PAN Zulkifli Hasan dengan Presiden Jokowi.

Baca juga: Waketum Gerindra Persilakan Demokrat Keluar dari Koalisi Prabowo-Sandiaga

Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno sebenarnya sudah menegaskan bahwa partainya setia pada koalisi ini. PAN sudah memiliki kontrak politik dengan Prabowo-Sandiaga bahwa akan mendukung pasangan itu sampai tahapan pemilu selesai.

Arah koalisi PAN pun baru bisa ditentukan setelah penetapan hasil Pemilu 2019. Bisa bertahan bersama-sama barisan partai politik pendukung Prabowo-Sandiaga. Namun, bisa juga berubah haluan mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin.

"Jadi, hasilnya dulu, setelah itu sikapnya bagaimana, itu nanti. Kita tentukan langkah yang selanjutnya," ujar Eddy.

Kenapa berpotensi keluar?

Arya Fernandes mengatakan hal ini karena Partai Demokrat dan PAN dinilai paling tidak mendapatkan keuntungan dari koalisi itu. Dari segi penghasilan suara, Partai Demokrat dan PAN mengalami penurunan dibandingkan partai koalisi lain seperti Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerindra.

"Jadi kedua partai itu tidak mendapat insentif atau keuntungan dari koalisi itu," ujar Arya.

Selain itu, partai Koalisi Indonesia Adil dan Makmur ini juga tidak mendapatkan dukungan dari publik. Maksudnya, partai ini pada akhirnya tidak berhasil mencapai kekuatan minimal 50 persen suara di parlemen.

Akhirnya, menjadi partai oposisi pun juga tidak terlalu kuat posisinya. Sebab partai pendukung pemerintah punya kursi yang lebih banyak.

"Jadi enggak ada tarikannya untuk menjadi oposisi," kata dia.

Di samping itu, menjadi oposisi juga sebenarnya membawa kerugian bagi Demokrat dan PAN. Sudah tidak mendapat keuntungan dari koalisi, mereka bisa-bisa juga tidak mendapatkan akses sumber pendanaan politik.

Padahal pada 2024 nanti akan digelar Pilkada serentak.

"Akses finansial menjadi penting. Kalau partai berada di luar, mereka kan enggak mendapat itu," kata Arya.  

Pengikat yang kurang kuat

Jika kembali pada 2014, kata Arya, PAN memiliki sejarah mengubah dukungannya dari Prabowo-Hatta ke Jokowi-Jusuf Kalla. Perpindahan arah dukungan bisa terjadi meskipun Hatta Rajasa yang dulu merupakan cawapres Prabowo adalah kader PAN.

Hal itu tidak menjadi penghalang bagi PAN untuk melepaskan diri dari Koalisi Merah Putih pada waktu itu. Oleh karena itu, Arya tidak melihat ada alasan khusus yang membuat PAN bersedia tetap dalam koalisi pendukung Prabowo-Sandiaga saat ini.

"Sekarang kan mereka relatif enggak ada beban. Sandi bukan kader mereka, Prabowo bukan kader mereka, suara mereka juga turun," ujar Arya.

Pada akhirnya, tidak ada pengikat yang kuat bagi PAN agar bisa terus bersama-sama Prabowo-Sandiaga.

Lalu bagaimana dengan Partai Demokrat? Arya mengatakan Demokrat sudah sejak awal menunjukan perbedaannya dalam koalisi ini.

Misalnya terkait sikap Partai Demokrat yang membebaskan kadernya untuk mendukung paslon lain dalam Pilpres 2019. Padahal sebagai bagian dari koalisi, Partai Demokrat harus menjamin seluruh kadernya mengikuti sikap partai.

Belum lagi soal drama sebelum penetapan Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden. Ketika itu, Andi Arief yang merupakan wakil ketua umum Partai Demokrat mengungkapkan adanya mahar politik dalam penunjukan Sandiaga Uno.

Dengan berbagai kondisi ini, Arya mengatakan cukup beralasan jika memprediksi Demokrat dan PAN akan keluar dari Koalisi Indonesia Adil dan Makmur. Dia sendiri memperkirakan hal itu akan terjadi setelah penghitungan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) diumumkan.

Sebab saat itulah kontrak politik mereka dengan Prabowo-Sandi berakhir.

"Jadi saya kira setelah 22 Mei lah karena kan partai-partai butuh komunikasi juga dengan capres terpilih. Mungkin setelah lebaran lah," kata Arya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com