"Jangan-jangan betul Pak Kivlan yang membisiki Pak Prabowo?" tanya saya.
Kivlan menjawab panjang lebar. Intinya, ia mengatakan, dirinya tidak pernah bertemu Prabowo lebih dari empat tahun terakhir. Ia tak pernah datang ke kediaman Prabowo, baik di Kertanegara maupun Hambalang.
Tak hanya menemui Kivlan, pekan ini saya juga menemui Menko Polhukam Jenderal (Purn) Wiranto. Saya bertanya, benarkah ada rencana makar dari sejumlah kelompok tertentu di Indonesia?
“Silakan tanya kepada mereka yang punya rencana,” jawab Wiranto. Pada dasarnya, Wiranto menegaskan, setiap pelaku pelanggaran hukum akan ditindak.
Wiranto membentuk Tim Asistensi Hukum yang akan menilai ucapan, tindakan, dan pemikiran dari para elite politik di Indonesia yang mengarah pada penghasutan dan berujung pada gerakan inkonstitusional.
Saya kembali bertanya, apakah situasinya sudah sedemikian mengkhawatirkan sehingga Kemenko Polhukam membentuk Tim Asistensi Hukum?
Wiranto menjelaskan panjang lebar. Intinya, kata dia, pemerintah wajib menjaga kondisi dalam negeri kondusif demi kepentingan rakyat.
"Jangan sampai ada isu-isu tidak benar yang meresahkan dan menakuti masyarakat," kata Wiranto.
Ada satu lagi sosok yang mengemuka di tengah hiruk pikuk politik Indonesia yang tengah memanas: Eggi Sudjana. Ia adalah seorang pengacara dan aktivis. Polisi telah menetapkan Eggi sebagai tersangka dengan tuduhan makar.
Ia ditetapkan sebagai tersangka terkait orasinya di depan kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Jakarta, setelah pencoblosan 17 April lalu.
"Kekuatan people power mesti dilakukan? Setuju? Berani? Berani?” seru Eggi di depan para pendukung Prabowo.
"Kalau people power itu terjadi, kita tidak perlu lagi mengikuti konteks tahapan-tahapan karena ini sudah kedaulatan rakyat, bahkan ini mungkin cara dari Allah mempercepat Prabowo dilantik. Tidak harus menunggu 20 Oktober. Inilah kekuatan people power, insya Allah,” demikian potongan orasi Eggi.
Sepekan jelang pengumuman suhu panas politik meningkat drastis. Dalam ritual pemilihan calon pemimpin lima tahun ke depan, suara kecurangan lumrah diteriakkan, tak boleh ditutup.
Tapi mesti diingat, mereka yang berteriak curang harus menyampaikan data yang valid, tidak sekadar berteriak-teriak.
Penyelesaian atas dugaan kecurangan pun harus berjalan dalam koridor hukum sesuai undang-undang yang berlaku. Bukan yang lain.
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!