Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan ICW dan TII: 18 Kasus Korupsi Besar Belum Dituntaskan KPK

Kompas.com - 12/05/2019, 16:00 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 18 kasus korupsi lama dan dalam skala yang relatif besar belum dituntaskan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal ini merupakan hasl kajian bersama antara Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII).

"Kami mencatat paling tidak masih ada 18 perkara korupsi yang cukup besar yang masih ditunggak penyelesaiannya oleh KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam diskusi Evaluasi Kinerja KPK 2015-2019 di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (12/5/2019).

Beberapa dari 18 kasus itu seperti kasus suap perusahaan asal Inggris, Innospec, ke pejabat Pertamina; bailout Bank Century; proyek pembangunan di Hambalang; suap pemilihan Deputi Gubernur Bank Indoneia; proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Kementerian Kehutanan.

Kemudian, kasus hibah kereta api dari Jepang di Kementerian Perhubungan; proyek pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan; suap Rolls Royce ke pejabat PT Garuda Indonesia; Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI); proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP); hingga kasus Pelindo II.

Dari catatan ICW dan TII dalam kasus-kasus tersebut, masih ada pihak-pihak lain yang diduga terlibat, namun belum terjerat.

Selain itu, aktor utama di balik kasus belum terungkap, tersangka ada yang belum ditahan; dan belum adanya perkembangan yang signifikan.

Kurnia mencontohkan kasus BLBI. Pada putusan Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung secara terang mengungkap dugaan keterlibatan pihak lain, yang masih belum dijerat KPK.

"Ini kasus dengan kerugian negara cukup besar Rp 4,58 triliun. Dengan disebutkannya beberapa nama seharusnya menjadi modal bagi KPK untuk menindaklanjuti perkara ini. Karena jika dilihat dari tempus delicti kasus ini maka tahun 2022 akan berpotensi menjadi kadaluwarsa," kata Kurnia.

Di sisi lain, Kurnia turut menyoroti kasus e-KTP. Ia menyinggung dalam dakwaan dua mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto, jaksa KPK menyebutkan politisi-politisi yang diduga menerima aliran dana dari proyek tersebut.

"Tentu sudah menjadi kewajiban bagi penegak hukum untuk membuktikan setiap dakwaan yang telah disebutkan dalam persidangan. Namun sejauh ini, KPK baru menetapkan delapan orang sebagai tersangka kasus yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun," kata dia.

Menurut Kurnia, salah satu penyebab terhambatnya penanganan kasus-kasus lama tersebut dikarenakan faktor jumlah sumber daya manusia (SDM) KPK yang minim.

"KPK selama ini mengeluh kekurangan SDM, SDM penyidik KPK tidak sampai 150 orang. Tapi KPK dihadapkan dengan perkara yang banyak, tunggakan perkara besar dan di sisi lain, KPK berhadapan dengan operasi tangkap tangan. Sudah pasti konsentrasi mereka akan terpecah," kata dia.

Kurnia lantas menyinggung, pengangkatan 21 penyidik baru KPK baru-baru ini. Menurut dia, langkah seperti ini patut diperkuat dan dilanjutkan.

"Karena ini bisa menjadi suplemen bagi pemberantasan korupsi ke depan," kata dia.

Di sisi lain, KPK juga diharapkan memperkuat konsolidasi internal. Hal itu guna memastikan kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi tetap fokus.

Kajian ICW dan TII ini disusun dengan studi meja (desk study) yang mengkombinasikan analisa kebijakan antikorupsi baik skala internasional dan nasional, analisis konten berita, dan laporan-laporan hasil penelitian.

Hasil ini kemudian diformulasikan dalam bentuk rangkaian rekomendasi yang akan ditujukan ke KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com