INDONESIA perlu belajar dari peristiwa politik terbaru India. Kekalahan partai pemerintah, BJP, di negara bagian Hindi Madhya Pradesh, Rajasthan, dan Chhattisgarh, benar-benar menjadi pukulan telak bagi rezim Modi karena ketiga negara bagian tersebut adalah benteng pertahanan utama Partai BJP.
Hasil pemilu tersebut adalah cerminan peningkatan kekecewaan atas kinerja partai BPJ, baik di New Delhi maupun di daerah-daerah yang menjadi basis kekuasaannya.
Sebaliknya, kondisi tersebut pun menunjukkan semakin moncernya citra Partai Kongres sebagai partai alternatif yang kredibel dan siap menggantikan Partai BJP di pemerintahan India.
Dari beberapa analisis yang muncul, kegagalan di bidang ekonomi adalah biang keladi utama penyebab kekecewaan publik India, yang mana juga layak dijadikan bahan introspeksi dan refleksi oleh Joko Widodo dan koalisi politiknya.
Beberapa alasan tersebut antara lain kebijakan Narendra Modi yang mengabaikan sektor pertanian, padahal 60 persen penduduk India bergantung pada sektor tersebut sebagai sumber penghasilan utamanya.
Seringnya gagal panen, skema asuransi hasil pertanian yang lebih berpihak kepada perusahaan asuransi dibanding kepada petani, kurangnya perhatian pada irigasi, masalah kredit, harga hasil pertanian, hingga masalah input, telah menyebabkan peningkatan tertinggi jumlah petani yang bunuh diri di India.
Dengan kata lain, tekanan beban hidup yang tinggi di daerah perdesaan semakin berat, hampir sama dengan kondisi di negara kita di mana inflasi di desa acap kali lebih tinggi dari tingkat inflasi di perkotaan.
Oleh karena itu, di India, pemerintah di tingkat pusat maupun daerah menjadi target pelampiasan kekecewaan tersebut.
Tepat sebelum pemilu di tiga wilayah tersebut, ribuan petani turun ke jalan di New Delhi meminta agar pemerintah bertindak riil untuk meringankan beban hidup mereka.
Alasan kedua, kekeliruan kebijakan yang dibuat oleh BJP yang berakibat melemahkan dukungan terhadap petahana. Kekeliruan tersebut berupa kebijakan demonetisasi pemerintahan Modi pada tahun 2016 yang dianggap ceroboh.
Kebijakan tersebut telah menjadi bencana bagi ekonomi India. Akibat dari skema kebijakan tersebut, pertumbuhan ekonomi India diperkirakan terpangkas 1,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) yang seharusnya.
Kebijakan itu pun ikut memukul pendapatan masyarakat perdesaan dan pekerja upahan yang rezekinya sangat bergantung pada aliran dana tunai.
Sampai hari ini, pekerja petani miskin di India bahkan belum pulih akibat kebijakan itu. Usaha menengah, kecil dan mikro (UMKM), yang menjadi tulang punggung perekonomian India, juga banyak yang gulung tikar akibat dari kebijakan demonetisasi dan tidak pernah mampu bangkit lagi sehingga jutaan orang menjadi terlempar ke jurang pengangguran.
Ketiga adalah peningkatan pengangguran di bawah pemerintahan BJP. Modi tidak mampu memenuhi janji kampanye bahwa partainya akan menciptakan lapangan kerja sebanyak 20 juta per tahun atau sekitar 100 juta pekerjaan selama pemerintahannya. Janji tersebut kini tinggal impian dan janji semata.
Kenyataannya, pemerintahan Modi hanya mampu mencetak 1,5 juta lapangan kerja, jauh panggang dari api.