KOMPAS.com – Partai Demokrat menjadi salah satu partai koalisi dalam kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019. Sebelumnya, partai itu memutuskan tidak memihak pada Pilpres 2014 silam.
Selama ada dalam koalisi, partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono ini terlihat tidak begitu mendominasi. Meski begitu, mereka tetap mengkampanyekan Prabowo dan Sandiaga menjadi pemenang Pilpres untuk mengalahkan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Hari pencoblosan tiba, suara terkumpul, dan berbagai lembaga survei mulai mengeluarkan hasil penghitungan cepat yang mereka lakukan.
Dari hasil yang muncul, seluruh lembaga survei tersebut menyatakan kubu 01 Jokowi-Ma’ruf unggul atas Prabowo-Sandi dengan selisih 9-10 persen.
Di sinilah sikap Demokrat mulai terlihat.
Dalam kesempatan itu, tidak tampak anggota dari Partai Demokrat yang turut mendampingi Prabowo dalam setiap deklarasinya.
Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin menyatakan, partainya menghormati keputusan Prabowo untuk mengklaim dan mendeklarasikan kemenangan.
Namun, Partai Demokrat akan tetap menunggu hasil resmi rekapitulasi suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak yang berwenang dan memiliki otoritas atas hasil pemilu.
"Saya menghargai Pak Prabowo berpendapat seperti itu, tetapi kami berpegang pada undang-undang. Dan semua proses atau keberatan apa pun, itu sudah diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Yang berwenang itu siapa," kata Amir.
Baca juga: Demokrat Hormati Klaim Kemenangan Prabowo, tetapi...
Menanggapi suasana politik pasca-pemilu di Tanah Air, SBY yang berada di Singapura mengirimkan surat yang ditujukan kepada sejumlah petinggi Partai Demokrat, terkait sikap yang harus diambil dalam masa-masa setelah pemilihan.
Setidaknya, terdapat tiga poin utama yang disampaikan SBY melalui suratnya. Salah satunya adalah melarang segenap kader dan pengurus Partai Demokrat untuk tidak terlibat dalam kegiatan yang berifat melanggar konstitusi.
"Memastikan para pengurus dan kader Partai Demokrat tidak melibatkan diri dalam kegiatan yang bertentangan dengan konstitusi dan undang-undang yang berlaku serta tidak segaris dengan kebijakan pimpinan PD," bunyi salah satu poin yang disampaikan SBY.
Baca juga: SBY Minta Demokrat Tak Terlibat Kegiatan yang Bertentangan dengan Konstitusi
Mantan Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief membuat twit melalui akun Twitter-nya mengenai keberadaan ‘setan gundul’ di dalam koalisi Prabowo-Sandi.
Meski tidak menjelaskan secara gamblang, Andi menjelaskan "setan gundul" ada di dalam koalisi, namun di luar partai-partai politik yang tergabung.
Selain itu, "setan gundul" ini juga disebut sebagai pihak yang menjadi corong perolehan suara kubu 02 sebanyak 62 persen, berbeda jauh dengan hasil hitung cepat berbagai lembaga survei dan progress penghitungan nasional dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Dalam koalisi adil makmur ada Gerindra, Demokrat, PKS, PAN, Berkarya, dan rakyat. Dalam perjalanannya muncul elemen setan gundul yang tidak rasional, mendominasi, dan cilakanya Pak Prabowo mensubordinasikan dirinya. Setan Gundul ini yang memasok kesesatan menang 62 persen," tulis Andi.
Baca juga: Demokrat Ingin Selamatkan Prabowo dari Klaim Sesat Menang 62 Persen, Ini Kata BPN
Ia menuliskan pernyataan ini bersama dengan serangkaian twit lainnya.
Beberapa hal lain yang disampaikan Andi dalam twit tersebut antara lain posisi Partai Demokrat yang disebutnya ingin menyelamatkan Prabowo dari perangkap sesat ‘setan gundul’.
Partai Demokrat ingin menyelamatkan Pak Prabowo dari perangkap sesat yang memasok angka kemenangan 62 persen.
— andi arief (@AndiArief__) 5 Mei 2019
Ia juga menyinggung soal pertemuan AHY dan Jokowi. Dalam pandangan Andi Arief, pertemuan tersebut merupakan hal yang wajar dan tidak keluar dari prinsip-prinsip koalisi.
“Komunikasi politik AHY dengan Pak Jokowi tidak keluar dari prinsip-prinsip koalisi. AHY tidak melakukan deal-deal politik. Seharusny BPN juga bersikap sama dengan AHY untuk membuka ruang dialog,” tulisnya.
Sebelumnya, putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bertemu empat mata dengan Presiden Joko Widodo di Ruang Kerja Presiden, Istana Merdeka, Jakarta pada Kamis (2/5/2019).
Dalam pertemuan itu Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat itu mengaku sebagai pihak yang diundang oleh Jokowi. Sementara mengenai materi yang akan dibahas, AHY mengaku kurang mengetahuinya.
Di sisi lain, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko tidak menutup kemungkinan adanya pembicaraan yang mengarah ke kemungkinan Partai Demokrat merapat di koalisi.
"Ya bisa juga pastinya begitu (bicara koalisi), karena prinsipnya pemerintahan yang efektif itu sebanyak mungkin teman. Sebanyak mungkin koalisi yang semakin kuat," kata Moeldoko.
Baca juga: Datangi Istana, AHY Mengaku Diundang Jokowi
Sumber: Kompas.com (Rakhmat Nur Hakim, Ihsanuddin) dan Antara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.