Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Sebut Penyadapan terhadap Romahurmuziy oleh KPK Ilegal

Kompas.com - 06/05/2019, 15:38 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penasihat Hukum mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy, Maqdir Ismail mengatakan, penyadapan yang dilakukan KPK terhadap kliennya adalah tindakan ilegal. 

Menurut Maqdir, dalam penyadapan itu, KPK bertindak tanpa surat perintah. 

"Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sprin.Lidik-17/01/02/2019 tanggal 6 Februari 2019 dan Surat Perintah Tugas Nomor: Sprin.GasI 9/20-22/02/2019 tangal 6 Februari 2019. Namun berdasarkan surat tanda penerimaan uang/barang, tidak dapat diketahui Surat Perintah Penyelidikan tersebut diterbitkan untuk menyelidiki siapa dan dalam perkara apa," kata Maqdir dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Senin (6/5/2019).

Baca juga: Sempat Ditunda, Hari Ini Sidang Praperadilan Romahurmuziy di PN Jaksel

Selain itu, kata Maqdir, KPK tidak berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan kepada Romahurmuziy karena nilai hadiah yang diduga diterima Romy kurang dari Rp 1 miliar.

Hal itu dijelaskan dalam Undang-undang KPK Pasal 11 yang menyebut KPK memiliki wewenang dalam melakukan penyidikan dan penyelidikan jika menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar

"Berdasarkan surat tanda penerimaan uang/barang No. STPD.EK226/22/03/2019 Tanggal 15 Maret 2019, yang dibuat dan ditanda tangani oleh Penyelidik KPK, uang berasal dari Muhammaf Muafaq Wirahadi sejumlah Rp 50.000.000," ujarnya.

Maqdir mengatakan, pasal yang disangkakan KPK kepada Romy tidak sesuai karena jumlah yang diterima klienya tidak menimbulkan kerugian negara.

"Dan dengan demikian apa yang diduga dilakukan oleh Pemohon (Romahurmuziy) tidaklah menyebabkan kerugian keuangan negara, sehingga kualifikasi dari Pasal 11 huruf c Undang-Undang KPK pun tidak terpenuhi," tuturnya.

Baca juga: Menteri Agama Siap Penuhi Panggilan KPK dalam Kasus Romahurmuziy

Oleh sebab itu, Menurut Maqdir, proses penyidikan dan status tersangka yang dilakukan KPK terhadap kliennya tidak sah. Ia mengatakan, meski kliennya terbukti melakukan tindak pidana, bukan KPK yang seharusnya menangani kasusnya.

"Oleh karenanya memerintahkan termohon (KPK) untuk menyerahkan seluruh dan segala berkas terkait dengan dugaan tindak pidana tersebut kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia," pungkasnya.

Kompas TV KPK memperpanjang masa penahanan tersangka mantan ketua umum PPP, Romahurmuziy. Romy kembali menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, setelah status pembantarannya dicabut, karena harus menjalani perawatatan di RS Polri, Jakarta.Usai diperiksa, Romy tak banyak berkomentar, hanya mengucapkan selamat kepada KPU dan partai politik, karena sudah melewati pemilu 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com