JAKARTA, KOMPAS.com – Pertemuan empat mata antara Presiden Joko Widodo dan Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono di Ruang Kerja Presiden, Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (2/5/2019) kemarin, sarat dengan muatan politis.
AHY datang seorang diri. Ia hanya didampingi tiga orang yang terdiri dari staf dan tim dokumentasinya. Pukul 15.46 WIB, mobil Toyota Land Cruiser Hitam berpelat B 2024 AHY masuk ke pelataran Kompleks Istana Kepresidenan.
Seperti biasanya, putra sulung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono itu tampil klimis. Sepatu pantofelnya licin mengilat. Celana hitamnya tampak halus tidak berkerut. Kali ini, ia memilih kemeja batik lengan panjang corak paduan hitam dan abu-abu.
“Selamat sore,” AHY melempar sapa ke para pewarta seraya tersenyum.
Ia mengaku, kehadirannya di Istana bukan atas inisiatifnya, melainkan undangan langsung dari Presiden Jokowi melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Baca juga: Jokowi: Terima Kasih, Mas AHY...
Saat pria berpangkat terakhir Mayor TNI itu tiba, Presiden Jokowi belum ada di Istana. Jokowi masih dalam perjalanan dari kunjungan kerjanya di Jawa Tengah menuju Jakarta. AHY pun menunggu di Ruang Holding terlebih dahulu.
Pertemuan AHY dengan Jokowi baru berlangsung pukul 16.16 WIB, sekitar lima menit setelah Jokowi tiba di Istana.
Begitu masuk ke Ruang Kerja Presiden, AHY menyapa terlebih dahulu, kemudian disusul Jokowi. Keduanya pun bersalaman. Jokowi mempersilahkan AHY duduk di kursi yang berada di serong kanan kursi yang ia akan duduki.
AHY kemudian sempat bertanya ke Jokowi mengenai aktivitasnya Kamis pagi.
“Tadi dari mana, Pak?” tanya AHY.
“Habis ninjau bendungan, tadi,” jawab Jokowi.
Momen itu masih boleh diabadikan para pewarta. Namun, setelah itu, pertemuan berlangsung tertutup.
Usai sekitar 20 menit pertemuan, AHY pun keluar dari ruang kerja seorang diri. Saat keluar dari pintu, ia tampak terdiam sejenak seperti menunggu Presiden Jokowi ikut keluar.
Namun, beberapa detik kemudian, ia memilih menghampiri para pewarta di Ruang Kredensial untuk menyampaikan pernyataan pers.
Tampak Menteri Sekretaris Negara Pratikno mendampingi AHY menyampaikan pernyataan pers. Tapi, diketahui Pratikno sendiri tidak ikut di dalam pertemuan AHY dan Jokowi.
AHY mengungkapkan rasa terima kasihnya telah diundang berbincang-bincang dengan Presiden Jokowi. Sebab, ia merasa sudah cukup lama tidak bertatap muka secara langsung dengan Presiden Jokowi lantaran sama-sama disibukkan oleh urusan Pemilu serentak 2019.
AHY tidak menjawab rinci ketika ditanya apa topik yang dibicarakan dengan Presiden Jokowi di dalam. Ia hanya menjawab, semangat pertemuan itu adalah mewujudkan Indonesia ke depan yang lebih baik dengan menyumbangkan gagasan positif dan saling tukar pikiran.
Ia sempat menyinggung sedikit mengenai muatan politis dalam pertemuan itu.
Baca juga: Saat Beri Pernyataan ke Media, AHY Tak Bersama Jokowi dan Dipotong Pratikno
“Komunikasi itu tidak harus selalu berbicara tentang komunikasi politik secara pragmatis. Tetapi juga ada hal-hal besar lain dan kita juga selalu harus bisa membangun semangat untuk menjadi bagian besar mewujudkan Indonesia semakin baik ke depan,” ujar AHY.
Di tengah-tengah sesi wawancara itu, Presiden Jokowi tampak keluar dari ruang kerjanya. Hanya pewarta yang dapat melihat Presiden, tidak dengan AHY. Sebab, posisi AHY membelakangi ruang itu.
Rupanya, Jokowi keluar ruang kerjanya bukan untuk menghampiri AHY memberikan keterangan pers.
Ia berjalan menyeberang ke Ruang Jepara, ruangan yang biasa digunakan untuk menyambut tamu kenegaraan, tanpa menoleh sedikitpun ke arah AHY. Momen itu terekam kamera video pewarta.
AHY kemudian menyinggung perbedaan yang muncul dalam menyikapi hasil Pemilu 2019. Topik itu diakui sempat dibahas dengan Presiden Jokowi.
Ia mengakui, ada perbedaan pandangan dalam menyikapi hasil pesta demokrasi 2019. Itu diakui sebagai dinamika politik yang tidak dapat dihilangkan.
“Tentu tidak mungkin dihilangkan sama sekali. Karena namanya politik, namanya Pemilu, pasti akan terus ada perbedaan pendapat, perbedaan persepsi dan lain sebagainya,” ujar AHY.
Meski demikian, ia setuju dengan prinsip yang juga dianut Jokowi sebagai calon presiden petahana.
Sikap terbaik menyikapi hasil Pemilu adalah, menunggu Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyelesaikan rekapitulasi penghitungan suara kemudian diumumkan ke publik pada tanggal 22 Mei 2019 mendatang.
“Sikap terbaik bagi kita adalah menunggu sampai dengan perhitungan terakhir yang nanti akan diumumkan secara resmi oleh KPU,” ujar AHY.
“Kita tahu, cukup banyak saudara-saudara kita yang menjadi korban. Dalam artian meninggal dunia dan sakit karena berjuang untuk bisa menyelenggarakan Pemilu secara damai dan demokratis. Kita hormati itu semua, kita apresiasi dengan cara sabar menunggu,” lanjut dia.
Baca juga: Soal Hasil Pemilu 2019, AHY Setuju dengan Jokowi
Ia dan Jokowi sama-sama sepakat mendorong seluruh masyarakat untuk bersabar sekaligus menjaga kondusivitas menunggu proses yang sedang berlangsung di KPU.
Toh, masyarakat juga dapat melihat proses rekapitulasi yang dilaksanakan KPU secara terang benderang.
“Jadi, mudah-mudahan, paling akhir nanti, 22 Mei (2019), kita bisa menerima apapun hasil yang akan dijelaskan oleh KPU,” ujar AHY.
Pada penghujung sesi wawancara, para pewarta sempat bertanya spesifik kembali mengenai kemungkinan partainya merapat ke barisan partai politik pendukung pemerintah, AHY tidak menjawabnya.
Ia hanya mengatupkan tangan di depan bibir yang tersenyum, kemudian menutup sesi wawancaranya.
AHY bertolak dari Istana Merdeka tidak melalui pintu ia masuk. Ia keluar melalui pintu Wisma Negara. Tempat itu sulit dijangkau para pewarta.
Analis politik dan Direktur IndoStrategi Arif Nurul Imam meyakini, pertemuan AHY dengan Jokowi itu bukan silaturahim biasa. Pertemuan itu sarat muatan politis.
Terdapat setidaknya dua konteks dinamika politik yang mengiringi pertemuan itu. Pertama, hitung cepat sejumlah lembaga survei menunjukkan bahwa pemenang Pilpres 2019 adalah pasangan capres cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Rekapitulasi sementara yang dilakukan KPU per Jumat ini pun menunjukkan hal yang sama.
Maka, tidak aneh apabila ada partai politik yang sebelumnya tidak mendukung, kemudian memutuskan untuk merapat ke barisan pendukung.
“Mungkin pertemuan ini masih sekadar komunikasi untuk penjajakan ajakan ke koalisi Jokowi,” ujar Imam.
Kedua, kubu Jokowi sangat membutuhkan dukungan di parlemen apabila KPU nanti memutuskan hal yang sama seperti yang sudah dirilis lembaga survei. Dukungan itu adalah demi kelancaran program-programnya yang sudah dijanjikan selama masa kampanye.
Baca juga: AHY Tolak Komentar Kemungkinan Demokrat Merapat ke Kubu Jokowi
“Pihak Jokowi mengatakan, kalau menang di periode kedua, mereka ingin mendapatkan dukungan di parlemen sebesar 80 persen demi kelancaran program-programnya. Karena Jokowi sekarang sudah tidak memiliki beban seperti 2014 untuk berhitung maju kembali di periode kedua,” ujar Imam.
“Beban dia hanya satu, yakni mengkonsolidasikan banyak dukungan di parlemen untuk mengamankan program-programnya,” lanjut dia.
Meski demikian, Imam mengingatkan bahwa posisi Demokrat cukup resisten apabila jadi merapat ke barisan pendukung Jokowi.
Secara psikologis, tentu partai politik yang telah lama mendukung Jokowi memiliki daya tawar dan posisi yang lebih tinggi dibandingkan partai politik yang baru masuk. Salah satu faktor yang dapat jadi daya tawar Demokrat adalah perolehan suara di Pemilu 2019 ini.
Baca juga: AHY: Mudah-mudahan 22 Mei, Kita Menerima Apa Pun Hasil KPU...
“Terutama dari PDI-P, karena faktor histori antara Megawati dan SBY yang hingga kini hubungannya belum cair, masih ada ganjalan,” ujar Imam.
Namun, semua berpulang ke Jokowi. Apabila ia memang ingin mewujudkan pemerintahan yang stabil dan kondusif dalam menjalankan program-programnya, merangkul sebanyak-banyaknya kawan baru di parlemen adalah salah satu jalan yang harus ditempuh.
Imam menegaskan, Jokowi harus meredam resistensi tersebut agar tujuan pemerintahannya terwujud.