Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta Hardiknas, Mengenang Ki Hadjar Dewantara hingga Kisah Penolakannya

Kompas.com - 02/05/2019, 16:24 WIB
Aswab Nanda Prattama,
Bayu Galih

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Setiap 2 Mei, seluruh masyarakat Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas. Walaupun tak dijadikan hari libur, peringatan tersebut bertujuan untuk lebih mengenal pendidikan di Indonesia.

Terpilihnya 2 Mei diambil dari kelahiran Pahlawan Nasional sekaligus Bapak Pendidikan Nasional di Indonesia, Ki Hadjar Dewantara. Beliau lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta.

Sistem pendidikan di Indonesia pada era penjajahan begitu memprihatinkan, sekolah-sekolah yang didirikan Belanda tak bisa menyasar dan menerima masyarakat Indonesia secara umum.

Jenjang pendidikan yang berbeda, baik itu dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas terbatas yang hanya bisa dinikmati orang Belanda, keturunan China, hingga anak-anak bangsawan saja.

Hasilnya, masyarakat bumiputra banyak yang tak bisa mendapatkan pendidikan layak. Biasanya mereka hanya berhasil menyelesaikan sekolah rakyat (SR) atau bahkan tak sekolah sama sekali.

Baca juga: Hari Pendidikan Nasional: Mendobrak Label Jenius via Pendidikan Vokasi

Meskipun keadaan Jakarta genting disebabkan oleh Terror Belanda/Nica, Sekolah Taman Siswa di Jl. Garuda tetap dibuka (Juni 1946)KOMPAS Meskipun keadaan Jakarta genting disebabkan oleh Terror Belanda/Nica, Sekolah Taman Siswa di Jl. Garuda tetap dibuka (Juni 1946)
Taman Siswa

Berawal dari keprihatinan terhadap kondisi pendidikan di Indonesia, akhirnya Ki Hadjar Dewantara mulai memikirkan untuk mengembangkan pendidikan yang layak bagi bumiputra. Beliau mendirikan organisasi Taman Siswa di Yogyakarta pada 3 Juli 1922.

Berasal dari Taman Siswa inilah semboyan-semboyan dari Ki Hadjar Dewantara diperkenalkan.

Semboyan itu adalah "ing ngarsa sung tulada" yang artinya di depan memberi teladan, "ing madya mangun karsa" yang artinya di tengah membangun prakarsa atau menjadi penyemangat, dan "tut wuri handayani" yang artinya dari belakang mendukung atau memberi dukungan.

Dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 2 Mei 1968, karena jasa-jasanya, pemerintah akhirnya memberikan penghargaan kepada Ki Hadjar Dewantara yang telah memelopori sistem pendidikan nasional berbasis kepribadian dan kebudayaan nasional.

Ki Hadjar ditetapkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 305 Tahun 1959 pada Tanggal 28 November 1959.

Selain itu, hari lahirnya juga ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional sesuai Keputusan Presiden Nomor 316 tahun 1959.

Ditolak oleh segelintir orang

Setelah penetapan itu, pemerintah mulai memperingatinya setiap tahun. Biasanya pihak-pihak lembaga yang terkait dengan pendidikan mulai mengadakan serangkaian acara termasuk lomba.

Presiden Soeharto juga menekankan pentingnya merayakan Hari Pendidikan Nasional untuk menyatakan penghargaan pada perjuangan Ki Hadjar Dewantara.

Namun, pada masa Orde Baru, ada beberapa pihak yang merasa keberatan dengan perayaan tersebut. Dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 3 Mei 1968, Presidium Pusat KAGI dan PB PGRI menolak perayaan itu.

Mereka berpendapat bahwa Ki Hadjar Dewantara bukanlah satu-satunya tokoh pendidikan nasional di Indonesia. Masih ada tokoh lain yang mempunyai andil dalam sistem pendidikan di Indonesia.

Penolakan itu tampaknya tak berdampak lebih jauh, sebab pemerintah masih memperingati setiap tahun dan masih berjalan sampai dengan hari ini.

Pro dan kontra mengenai Ki Hadjar Dewantara lama kelamaan hilang dengan sendirinya.

Baca juga: Hari Pendidikan Nasional: Terorisme, Nalar dan Soal HOTS

Diperingati pada 23 April

Ilustrasi pemiluSERAMBI/M ANSHAR Ilustrasi pemilu

Tak selalu Hardiknas diperingati tiap 2 Mei, dalam perjalanannya sempat digeser beberapa hari ke depan karena adanya kepentingan tertentu.

Dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 14 April 1977, peringatan Hardiknas dilakukan pada 23 April 1977 karena pada 2 Mei sedang berlangsung pesta demokrasi di Indonesia.

Pemerintah juga menyediakan beberapa perlombaan seperti pemilihan guru, pelajar, mahasiswa, dan pegawai teladan. Selain itu juga menyediakan serangkaian lomba seni budaya penilaian naskah buku umum dan penilaian.

Pemerintah juga menyediakan hadiah-hadiah yang spesial untuk momentum kali ini. Juri-juri juga telah dipersiapkan baik dari kalangan akademisi maupun umum yang memberikan nilai terbaik bagi peserta yang mengikuti perlombaan.

Walaupun diajukan, peringatan ini tak mengurangi nilai historis dan semangat dari rakyat Indonesia akan momentum tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Nasional
Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com