JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak adanya sinkronisasi data antarlembaga dinilai menjadi salah satu kendala lambatnya pemecatan terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) koruptor yang telah memiliki keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko saat ditemui di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2019).
"Ke depan seharusnya ada satu data yang sama, begitu ini diputus maka harus segera ada tindaklanjut, apa konsekuensinya kalau orang sudah diputus Tipikor," ujar Dadang.
Baca juga: Pasca-putusan MK soal Pemecatan PNS Koruptor...
Penyebab kedua, lambatnya pemecatan ASN koruptor yaitu koordinasi yang lemah antarlembaga terkait, seperti Kementerian Dalam Negeri dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Terakhir, Dadang menduga ada pula pengabaian terhadap putusan pengadilan tersebut di beberapa kasus khusus.
"Kalau mau lebih serius lagi, mungkin secara kasuistik itu, ada semacam pembangkangan terhadap putusan pengadilan. Banyak faktor kalau menurut saya tiga-tiganya ada ini," ujar dia.
Sebelumnya Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar mengungkapkan, sebanyak 1.372 ASN sudah dipecat dengan tidak hormat. Data tersebut per 26 April 2019.
Baca juga: PNS Koruptor Masih Digaji Jadi Masalah, Segera Pecat
"Sebanyak 1.372 PNS dikenai Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), terdiri dari PNS Provinsi sebanyak 241 dan PNS Kabupaten/Kota sebanyak 1.131," ungkap dia melalui rilis, Sabtu (27/4/2019).
Sementara, masih terdapat 1.124 ASN yang tersandung kasus korupsi tetapi belum dilakukan PTDH.
Jumlah tersebut terdiri dari 143 ASN di tingkat provinsi, dan 981 ASN lainnya di tingkat kabupaten/kota.