Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua KPK Sebut Pimpinan Sudah Gelar Rapat Bahas Petisi Pegawai

Kompas.com - 29/04/2019, 17:15 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan, dirinya telah menggelar rapat bersama pimpinan lain untuk membahas petisi pegawai soal potensi hambatan dalam penanganan kasus.

Petisi itu berjudul, "Hentikan Segala Bentuk Upaya Menghambat Penanganan Kasus".

Petisi itu menjelaskan, belakangan ini jajaran di Kedeputian Penindakan KPK mengalami kebuntuan untuk mengurai dan mengembangkan perkara sampai ke tingkat pejabat yang lebih tinggi, kejahatan korporasi, maupun ke tingkatan tindak pidana pencucian uang.

Baca juga: Pimpinan Akan Bahas Petisi Pegawai KPK soal Potensi Hambatan Penanganan Kasus

"Jadi gini, kan rapimnya sudah dilakukan hari Jumat lalu. Kemudian kan ya kalau kita menerima keluhan-keluhan itu kan perlu ada bukti juga kan," kata Agus di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, Senin (29/4/2019) sore.

Oleh karena itu ia memanggil Deputi Bidang Pengawasan Intenal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) Herry Muryanto, untuk mencari bukti-bukti valid terkait keluhan pegawai di petisi tersebut.

Baca juga: Pegawai Petisi Pimpinan KPK soal Potensi Hambatan Penanganan Kasus

"Saya tadi pagi, siang memanggil lagi Deputi PIPM, tolong ada bukti-bukti yang valid, bukti-bukti yang konkret. Ya, jadi kita nunggu kerja PIPM lagi. Kan semuanya kan harus ada fakta yang benar," ujar dia.

Sebelumnya, petisi pegawai KPK itu mengungkap 5 poin yang berbunyi sebagai berikut:

1.Terhambatnya penanganan perkara pada ekspose tingkat kedeputian

Penundaan pelaksanaan ekspose penanganan perkara dengan alasan yang tidak jelas dan cenderung mengulur-ngulur waktu hingga berbulan-bulan sampai dengan perkara pokoknya selesai.

Hal tersebut berpotensi menutup kesempatan untuk melakukan pengembangan perkara pada tahapan level pejabat yang lebih tinggi serta hanya terlokalisir pada level tersangka/jabatan tertentu saja.

2.Tingginya tingkat kebocoran dalam pelaksanaan penyelidikan tertutup

Beberapa bulan belakangan hampir seluruh Satgas di Penyelidikan pernah mengalami kegagalan dalam beberapa kali pelaksanaan operasi tangkap tangan yang sedang ditangani karena dugaan adanya kebocoran Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Kebocoran ini tidak hanya berefek pada munculnya ketidakpercayaan (distrust) diantara sesama pegawai maupun antara pegawai dengan struktural dan/atau Pimpinan, namun hal ini juga dapat mengakibatkan tingginya potensi risiko keselamatan yang dihadapi oleh personil yang sedang bertugas di lapangan.

3.Tidak disetujuinya pemanggilan dan perlakuan khusus terhadap saksi

Pengajuan saksi-saksi pada level jabatan tertentu, ataupun golongan tertentu menjadi sangat sulit. Hal ini mengakibatkan hambatan karena tidak dapat bekerja secara optimal dalam mengumpulkan alat bukti.

Selain itu, terdapat perlakukan khusus terdapat saksi. Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu terdapat perlakuan istimewa kepada saksi yang bisa masuk ke dalam ruang pemeriksaan melalui pintu basement, melalui lift pegawai, dan melalui akses pintu masuk pegawai di lantai 2 Gedung KPK tanpa melewati Lobby Tamu di Lantai 1 dan pendaftaran saksi sebagaimana prosedur yang seharusnya.

4. Tidak disetujui penggeledahan pada lokasi tertentu dan pencekalan

Tanpa alasan obyektif, seringkali pengajuan lokasi penggeledahan pada kasus-kasus tertentu tidak di ijinkan.

Penyidik dan Penyelidik merasakan kesempatan untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti semakin sempit, bahkan hampir tidak ada. Selain itu, pencekelasan terhadap orang yang dirasakan perlu dilakukan pencekalan tidak disetujui tanpa argumentasi yang jelas. Hal ini dapat menimbulkan berbagai prasangka.

5. Adanya pembiaran atas dugaan pelanggaran berat

Beberapa pelanggaran berat yang dilakukan oleh oknum di penindakan tidak ditindaklanjuti secara gamblang dan transparan penanganannya oleh pihak Pengawas Internal.

Hal ini seringkali menimbulkan pertanyaan di kalangan pegawai, apakah saat ini KPK sudah menerapkan tebang pilih dalam menegakkan kode etik bagi pegawainya.

Di satu sisi, kode etik menjadi sangat perkasa sekali, sedangkan di sisi lain, bisa menjadi sangat senyap dan berjalan lamban, bahkan kerapkali perkembangan maupun penerapan sanksinya pelan-pelan hilang seiring dengan waktu.

Jika hal-hal tersebut di atas didiamkan, wibawa KPK sebagai lembaga penegak hukum yang bergerak secara professional dan independen akan hilang.

Kompas TV Komisi Pemberantasan Korupsi telah mencegah dirut PLN Nonaktif Sofyan Basyir ke luar negeri. KPK telah melayangkan surat permintaan pencegahan ke luar negeri terhadap Sofyan Basir kepada Imigrasi. Tak hanya melakukan pencegahan ke luar negeri KPK akan segera menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sofyan Basir. #kpk #dirutpln #sofyanbasyir
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com