Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TKN: Quick Count Pilkada DKI Diterima, kenapa Sekarang Ditolak?

Kompas.com - 23/04/2019, 11:28 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN), Johnny G Plate, mengatakan, pihak Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga tak perlu membuat masyarakat kebingungan dengan menuduh Pemilu 2019 berjalan tidak adil dan banyak kecurangan.

Ia meminta, BPN menunggu diumumkannya hasil final Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Udah tenang lah, kan kita menunggu sampai KPU berkerja dan melihat hasilnya nanti, ngga perlu panik sehingga mengakibatkan kebingungan di masyarakat," kata Johnny saat dihubungi Kompas.com, Selasa (23/4/2019).

Baca juga: Jimly Minta Prabowo Tak Ikuti Saran Amien Rais soal People Power

Hal itu disampaikan Johnny menanggapi pernyataan Direktur Media dan Komunikasi BPN Hashim Djojohadikusumo yang menilai Pemilu 2019 jauh dari nilai jujur dan adil.

Johnny mengatakan, tuduhan Hashim mengenai adanya kecurangan Pemilu yang disebabkan masalah daftar pemilih tetap (DPT) sudah sering diulang-ulang oleh pihak BPN.

"Kalau itu dikatakan kami justru bertanya motif apa berulang-ulang kali mengangkat isu DPT bermasalah walaupun sudah dijelaskan KPU," ujarnya.

Baca juga: Hasil Situng KPU Data 19,18 Persen: Jokowi-Maruf 55 Persen, Prabowo-Sandi 45 Persen

Johnny menambahkan, Hashim tak perlu curiga dengan lembaga survei karena lembaga tersebut telah menjelaskan bahwa hitung cepat dilakukan secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut dia, Hashim harus mempertanggungjawabkan pernyataannya tersebut.

Ia juga menyinggung sikap koalisi pendukung Prabowo yang menerima quick count ketika hasilnya memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno saat Pilkada DKI 2019.

"Justru kami bertanya pada saat survei hasil kemenangan kepada pihak sebelah seperti di pilkada DKI dengan semangat menerima hasil survei. Pada saat hasil survei yang sama dengan pola yang sama di Pilpres mengatakan pak Jokowi unggul kok ditolak," pungkasnya.

Baca juga: Masih Suasana Kompetisi, Pengamat Nilai Wajar jika Prabowo Belum Mau Bertemu Jokowi

Sebelumnya, Hashim Djojohadikusumo menilai bahwa penyelenggaraan Pemilu 2019 dilaksanakan jauh dari nilai jujur, adil dan transparan.

"Kami menilai Pemilu sekarang tidak jujur, tidak transparan, dan tidak adil," ujar Hashim saat menggelar jumpa pers di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Senin (22/4/2019).

Hashim mencontohkan salah satu bentuk dugaan kecurangan yakni soal 17,5 juta daftar pemilih tetap (DPT) yang sudah berkali-kali dilaporkan ke kantor KPU.

Tak hanya itu, lanjut Hashim, kecurangan yang terjadi secara masif juga dapat terlihat secara jelas pada saat perhitungan cepat suara yang dilakukan oleh lembaga survei.

Hasil quick count seluruh lembaga yang terdaftar di KPU memenangkan pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

"Kami khawatir dan kami mencurigai, kami cemas bahwa angka selisih yang quick count-quick count itu diambil dari 17,5 juta nama itu," ucap politisi dari Partai Gerindra itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com