Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usul Perludem agar Pemilu Tak Menyebabkan Beban Berat bagi Petugas Lapangan

Kompas.com - 22/04/2019, 19:33 WIB
Retia Kartika Dewi,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemilu yang diselenggarakan tahun ini memang berbeda, sebab pemilihan presiden dilakukan secara serentak dengan pemilihan legislatif. Sistem ini tentu saja berbeda, dalam arti lebih kompleks dibanding sebelumnya.

Setelah pemungutan suara Pemilu 2019, terjadi polemik mengenai beban kerja Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang lebih berat dari sebelumnya. Sebab, banyaknya surat suara menyebabkan banyak juga penghitungan hasil pemilu yang dicatat dan memakan waktu lama.

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggreini menilai bahwa Pemilu  2019 memang pemilu paling berat bagi petugas pelaksana di lapangan.

"Beban Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di luar kapasitas kerja normal seseorang. Itu yang membuat banyak korban berjatuhan," ujar Titi saat dihubungi Kompas.com pada Senin (22/4/2019).

Hingga Selasa sore, terdapat 90 orang petugas KPPS yang meninggal dunia. Selain itu, ada 374 petugas KPPS yang jatuh sakit.

Banyaknya korban jiwa dalam pemilu juga bisa disebut sebagai beban kerja yang irasional. Ini dikarenakan mereka harus bekerja ekstra keras, sementara kompensasi asuransi kesehatan, kecelakaan kerja, maupun jiwa tidak tersedia.

Baca juga: Jumlah Petugas KPPS Meninggal Bertambah Jadi 90 Orang

Tidak borongan

Titi menyampaikan bahwa penggabungan pemilu menjadi masuk akal jika diperhitungkan dengan kapasitas beban yang rasional bagi penyelenggara, dari berbagai instrumen sistem yang terkait.

"Pemilu 2019 bukan pemilu serentak, tapi pemilu borongan (serentak lima surat suara) ala Mahkamah Konstitusi (MK). Dulu gagasannya serentak nasional dan serentak daerah. Bukan borongan," ujar Titi.

Menurut dia, skema pemilu borongan tidak kompatibel dengan kapasitas beban yang harus ditanggung pihak pemilih, penyelenggara, maupun peserta pemilu.

"Tidak sepadan dengan kemampuan dan daya tahan kerja petugas supaya bisa bekerja efektif dan profesional," ujar Titi.

Titi juga menyampaikan bahwa sedari awal Perludem mengusulkan bukan pemilu borongan lima surat suara, melainkan pemilu serentak nasional untuk memilih presiden, DPR, dan DPD.

Sementara, untuk pemilu serentak daerah dihelat guna memilih DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, gubernur, dan bupati/wali kota, dengan pemilihan dilangsungkan dengan jarak 2,5 tahun atau 30 bulan sekali.

Menurut Titi, dengan pemilihan yang jarak keberlangsungannya agak lengang, distribusi beban kerja menjadi lebih rasional.

"Parpol dan pemilih juga lebih mudah beradaptasi," ujar Titi.

Selain itu, teknis pungut hitung harus dibuat lebih sederhana dengan mengurangi berbagai beban pengisian formulir yang terlalu banyak.

"Saya kira rekapitulasi elektronik menjadi sebuah keniscayaan. Selain juga bisa membuat hasil lebih cepat tersaji," kata dia.

Tak hanya itu, Titi juga mengungkapkan bahwa penggunaan teknologi rekap elektronik ini perlu dipikirkan segera agar proses penghitungan tidak tergesa-gesa dan bisa diuji coba secara optimal dan menyeluruh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com