JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana memberikan santunan untuk petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia dan sakit.
Besaran santunan masih akan dibahas KPU bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Selasa (23/4/2019).
"Kami besok merencanakan akan melakukan pertemuan dengan Kementerian Keuangan. Besok direncanakan Sekjen akan melakukan (pertemuan) dengan para pejabat di Kementerian Keuangan," kata Ketua KPU Arief Budiman di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2019).
Baca juga: Jumlah Petugas KPPS Meninggal Bertambah Jadi 90 Orang
Namun demikian, KPU telah merencanakan usulan besaran santunan untuk tiap-tiap korban. Usulan besaran santunan untuk keluarga korban meninggal dunia kisaran Rp 30-36 juta rupiah.
"Kemudian untuk yang cacat maksimal Rp 30 juta. Nanti tergantung pada jenis musibah yang diderita kalau cacat," ujar Arief.
Sementara untuk korban luka, besaran santunan yang diusulkan ialah Rp 16 juta.
Baca juga: Ketua KPPS Lampung Utara Ditembak di Rumahnya, Ini Penjelasan Polisi
Besaran ini masih akan dibahas bersama Kemenkeu, termasuk mekanisme pemberian dan mekanisme penyediaan anggarannya.
"Karena kan anggaran KPU tidak ada yang berbunyi nomenklaturnya santunan. Nah, ini akan diperkenankan diambil dari pos anggaran mana yang KPU bisa melakukan penghematan dan anggarannya belum dipakai nanti kami akan usulkan untuk bisa membiayai santunan ini," ujar Arief.
Hingga Senin (22/4/2019), KPU mencatat, 90 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia.
Baca juga: Ridwan Kamil akan Kumpulkan dan Beri Santunan Keluarga Petugas KPPS yang Gugur
Selain itu, sebanyak 374 petugas KPPS sakit. Jumlah tersebut tersebar di 19 provinsi di Indonesia.
"Terkait dengan jumlah sementara sampai pukul 15.00, jumlah update KPPS yang tertumpa musibah 90 orang meninggal dunia, kemudian 374 orang sakit bervariasi," kata Ketua KPU Arief Budiman di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2019).
Para petugas yang meninggal dunia maupun sakit ini diduga kelelahan usai bertugas melakukan penghitungan dan rekapitulasi suara pemilu.