Survei quick count tersebut dilakukan dengan mengambil sampel dari 1.000 sampai dengan 8.000 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Lembaga-lembaga survei tersebut meyakini bahwa quick count yang mereka hasilkan dapat dipercaya karena berdasarkan metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan dan menggunakan metodologi sampling yang tersebar merata.
Adapun survei internal BPN mendapati data real count suara mereka unggul 62 persen yang diambil dari 340.000 TPS.
Praktis, kubu Prabowo-Sandi dan pendukungnya tidak memercayai hasil quick count karena berdasarkan data sampel semata dan sebaliknya meyakini hasil survei real count oleh BPN, sehingga disimpulkan bahwa quick count tidak kredibel dan hanya alat untuk menggiring opini publik.
Dalam melihat fenomena ini, menarik untuk merujuk salah satu penelitian klasik yang pernah dilakukan terhadap hasil survei.
Maya Bar-Hillel (1982) melalui penelitiannya tentang heuristik representatif di bidang psikologi mengevaluasi bagaimana penilaian orang terhadap sampel dan ukuran sampel untuk melihat seberapa representatifnya sampel tersebut.
Dalam penelitiannya, Hillel (1982) menguji coba dua hasil survei yang menyatakan jumlah suara pemilih pada referendum.
Survei A disebutkan mengambil sampel 400 individu. Survei B disebutkan mengambil sampel 1.000 individu. Keduanya menggunakan metodologi yang sama.
Subjek kemudian diminta memilih hasil survei mana yang paling dipercaya dan diyakini antara survei A, survei B, atau keduanya sama.
Hasilnya, dari 72 subjek, 80 persen menyatakan percaya pada survei B, 4 persen percaya pada survei A, dan sisanya sama.
Kesimpulannya, orang memang lebih percaya dan yakin pada sampel besar dalam menilai hasil survei walaupun sama-sama telah mengikuti metodologi sampling yang benar.
Untuk kasus Pilpres 2019, Prabowo-Sandi dengan pendukungnya meyakini bahwa survei internal mereka adalah berdasarkan data real count yang bersumber dari 340.000 TPS, jauh lebih banyak dari sampel TPS yang dilakukan lembaga-lembaga survei yang memenangkan Jokowi-Ma'aruf.
Tidak mengherankan, data ini dapat memengaruhi penilaian pendukungnya sehingga memercayai klaim kemenangan Prabowo-Sandi. Lantas, bagaimana pendukung Prabowo-Sandi ini bisa percaya?
Kondisi ini mengingatkan akan pernyataan Kahneman dan Tversky (1982) dalam bukunya Judgement under Uncertainty: Heuristics and Biases yang mengatakan bahwa orang menilai secara heuristik dan bias jika berhadapan dengan ketidakpastian.
Penilaian heuristik sendiri adalah penilaian yang otomatis, cepat, dan mencari jalan pintas dalam kognisi seseorang untuk menilai suatu informasi yang diterimanya dalam situasi yang tidak pasti. Sampel atau ukuran sampel merupakan informasi yang sangat mudah mengaktifkan penilaian heuristik seseorang.