Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aiman Witjaksono
Jurnalis

Jurnalis

"Real Count" Lawan "Quick Count"

Kompas.com - 22/04/2019, 07:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


KLAIM kemenangan Pilpres menjadi topik yang hangat belakangan ini. Dasar klaim adalah dua cara penghitungan yang berbeda: hitung cepat (quick count) dan hitung nyata (real count) versi internal kandidat.

Sementara, penghitungan manual KPU masih berjalan.  Apa perbedaan hitung cepat dan hitung nyata di lapangan?

Aiman membuka tabir kedua penghitungan.

Prabowo dan lembaga survei

Metode hitung cepat lazim digunakan dalam sejumlah pemilu dan pilkada di Indonesia untuk melihat potret hasil pemungutan suara. Meski begitu, hasil kemenangan resmi tetap diputuskan berdasarkan penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sabtu (20/4/2019) lalu, sejumlah lembaga survei membuka data mereka dalam melakukan hitung cepat setelah dituding melakukan kebohongan oleh Capres 02 Prabowo Subianto saat orasi ke para pendukungnya di kediaman pribadi di Jalan Kertanegara, Jakarta, Jumat (19/4/2019).

"Hei tukang bohong, rakyat tidak percaya sama kalian. Mungkin kalian harus pindah ke negara lain. Mungkin kau bisa pindah ke Antartika... Mungkin kalian tukang bohong lembaga survei, bisa bohongi penguin-penguin di Antartika. Indonesia sudah tidak mau dengar kamu lagi," kata Prabowo.

Menanggapi hal ini, sehari kemudian, sejumlah lembaga survei yang tergabung dalam Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) buka-bukaan.

Sejumlah lembaga survei tersebut antara lain Indo Barometer, Charta Politika, Indikator Politik Indonesia, Poltracking, LSI Denny JA, Cyrus Network, CSIS, Populi Center, dan SMRC.

Mereka membuka data penelitian mereka sembari menantang kubu BPN Prabowo-Sandi untuk membuka data internal mereka yang menyebut kemenangan Prabowo sebanyak 62 persen dari penghitungan 320 ribu TPS.

Polemik ini pun masih bergulir hingga kolom ini muncul.

"Saya tidak mengerti mengapa politisi ini anti-science padahal kita ingin ke depan Indonesia maju seperti negara lain. Kalau menolak hasil dari proses yang ilmiah Ini, apakah kita sedang bunuh ilmu pengetahuan?" kata Ketua Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Hamdi Muluk, Sabtu.

Lalu bagaimana proses penghitungan saat ini? Saya mencoba mengurainya.

Apa itu hitung nyata KPU?

KPU melakukan jenis penghitungan nyata dari formulir model C1 dan C1 Plano. Formulir Model C1-Plano terdiri terpisah, antara setiap hasil penghitungan kertas suara.

Misalnya untuk Pemilihan Presiden, hasil penghitungan suara di sebuah Tempat Pemungutan Suara (TPS) ditulis menggunakan formulir model C1 Plano-PPWP atau hasil rekapitulasi penghitungan suara total Pemilu Presiden dan Legislatif.

Sementara Formulir C1 adalah catatan hasil penghitungan suara total dari seluruh jenis kertas suara. Jadi angka perolehan Pilpres, DPR, DPRD, dan DPD, ada di formulir model C1 ini. 

Pada Pemilu tahun 2019 ini, hasil formulir-formulir penghitungan suara ini, setelah dari TPS langsung dilakukan rekapitulasi dari mulai tingkat Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi, hingga KPU Pusat (pada pemilu sebelumnya, dilakukan mulai dari tingkat Kelurahan).

AIMAN di proses rekapitulasi suara tingkat terbawah

Program AIMAN melakukan pengamatan langsung di salah satu kecamatan di Jakarta, yakni Palmerah, Jakarta Barat. Proses penghitungan di sana baru berlangsung selama 2 hari.

Melelahkan karena proses rekapitulasinya dilakukan dari pukul 8.00 pagi hingga persis 00.00 tengah malah. Dilakukan selama 10 hari berturut - turut dengan target hingga 28 April 2019.

Saya melihat sendiri bagaimana proses dilakukan. Satu persatu hasil TPS dibacakan kembali. Jika ada ketidaksesuaian maka dicocokan dengan C1-Plano.

Menurut  Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan Koesbandi, Formulir C1-Plano menjadi bukti bahwa kecurangan di tingkat Kecamatan bisa dicegah. Karena dari C1-Plano ini, disetujui dengan saksi yang berada di tiap TPS sebelum disahkan dan dilakukan rekapitulasi di Kecamatan.

Dari Kecamatan proses rekapitulasi akan dilanjutkan ke Kota Jakarta Barat, lalu Provinsi DKI Jakarta, hingga terakhir bermuara di KPU Pusat.

Proses Cek dan Ricek dilakukan di tiap titik ini, sebelum akhirnya diumumkan KPU selambatnya pada 22 Mei 2019.

Itu adalah hasil penghitungan resmi KPU.

Apa itu hitung cepat?

Lalu bagaimana dengan hitung cepat yang dalam waktu sekitar 2,5 jam pasca TPS ditutup, kandidat yang unggul sudah bisa ditentukan? Ini adalah hitung cepat yang dilakukan lembaga survei.

Hitung cepat mengambil sampel hasil pemungutan suara di sejumlah TPS yang sudah ditentukan. Penentuannya tidak bisa sembarangan dan sesuka hati. Ada metode dalam menentukan TPS yang akan dijadikan sebagai sampel.

Untuk mendapatkan tingkat kesalahan di bawah 1 persen, hitung cepat membutuhkan 1.200 sampel TPS. Angka ini merupakan turunan metodologis dari angka 190 juta pemilih yang tersebar di 813 ribu TPS di seluruh Indonesia.

Namun sejumlah lembaga survei mengambil lebih dari itu. Ada yang menggunakan 2.000 sampel, bahkan 6.000 sampel demi memperkuat hasil penghitungan suara sedekat mungkin dengan hasil KPU.

Para peneliti melakukan pendataan saat di TPS pada formulir modek C1-PPWP. Hasilnya disetor ke pusat data lembaga survei.

Jika suara masuk dari seluruh sampel TPS sudah di atas 70 persen, maka biasanya pergerakan grafik alias perubahannya landai dan tidak signifikan.

Di sinilah sejumlah lembaga survei berani menyimpulkan siapa yang unggul dari sebuah pemilihan, meski selalu disertai "disclaimer" bahwa tetap harus menunggu hasil resmi dari KPU.

Apa gunanya hitung cepat?

Lalu untuk apa hasil hitung cepat?

Hitung cepat dilakukan selama belasan atau bahkan puluhan kali pada saat pemilihan baik di daerah maupun di pusat, sejak 3 pemilu sebelumnya.  Lalu bagaimana hasilnya?

Kuncinya dua. Pertama, pengambilan TPS sampel yang tepat. Kedua, jumlah sampel. Hasilnya, angka quick count alias hitung cepat tidak pernah melebihi angka 1 persen dibanding angka KPU.

Bahkan Litbang Kompas dalam Pilkada DKI Jakarta lalu hanya memiliki selisih perbedaan 0,04 persen dari hasil KPU.

Hasil quick count Kompas, pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat memperoleh 42 persen dan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno memperoleh 58 persen. Sementara hasil akhir KPU, Basuki-Djarot mendapat 42,04 persen dan Anies-Sandi 57,96 persen. Baca juga: Membandingkan Hasil Quick Count Litbang Kompas dengan KPU Sejak 2007

Meski tak pernah melebihi selisih angka lebih dari 1 persen suara, menunggu hasil resmi KPU selalu digemakan. Karena memang hitung cepat alias Quick Count bukanlah hasil resmi, melainkan hasil bayangan dari produk survei yang hasilnya sangat mendekati dengan hasil KPU.

Sejarah membuktikan, quick count yang dilakukan dengan metodologi yang tepat hasilnya pun tepat. Indonesia memiliki lembaga-lembaga survei yang kredibel dalam soal quick count ini.

Anda masih tidak percaya?

Saya Aiman Witjaksono
Salam!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 28 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 28 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
'Checks and Balances' terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

"Checks and Balances" terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasional
PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

Nasional
Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Nasional
Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Nasional
Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Nasional
Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Nasional
Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com