Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asosiasi TV Nilai Putusan MK soal "Quick Count" Mengganjal

Kompas.com - 16/04/2019, 14:49 WIB
Ihsanuddin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Televisi Swasta Indonesia mempertanyakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi pasal terkait waktu publikasi hitung cepat Pemilu 2019.

Asosiasi menilai, putusan itu mengganjal karena terdapat perbedaan dengan putusan MK jelang pemilu 2009 dan 2014 lalu.

"Secara prinsip ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia) dan penyiaran televisi menerima putusan tersebut. Namun, ada beberapa hal yang mengganjal karena dua kali gugatan seperti ini dikabulkan MK," ujar Ketua Umum ATVSI Ishadi saat ditemui usai sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/4/2019).

Baca juga: Putusan MK, Quick Count Baru Bisa Dipublikasikan Pukul 15.00 WIB

Dalam perkara ini, ATVSI menguji Pasal 449 ayat (2), ayat (5), Pasal 509, dan Pasal 540 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Pemilu.

Pasal-pasal itu mengatur quick count baru boleh dipublikasikan dua jam setelah pemungutan suara di zona Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB) berakhir beserta sanksi apabila ketentuan tersebut dilanggar.

ATVSI menggugat pasal-pasal tersebut agar publikasi quick count bisa langsung dilakukan sejak pagi hari.

Baca juga: Lembaga Survei Tayangkan Quick Count Sebelum Pukul 15.00 WIB Bisa Dipidana

Gugatan serupa juga pernah diajukan terhadap aturan serupa menjelang pemilu 2009 dan 2014.

Saat itu MK mengabulkan sehingga quick count sudah bisa dipublikasikan tanpa harus menunggu sampai sore hari.

Namun, kali ini MK menolak gugatan serupa dengan alasan menjaga kemurnian suara. Meski mempertanyakan, namun ATVSI pada prinsipnya dapat menerima putusan MK ini.

"Dengan keputusan ini kami akan pertimbangkan. Kami akan bahas terlebih dulu secara internal sebelum menyiapkan langkah-langkah berikutnya," kata Ishadi. 

Baca juga: Pantau Quick Count 5 Lembaga di Kompas.com

Adapun MK dalam pertimbangannya menilai jika hasil quick count langsung dipublikasikan, maka hal tersebut bisa memengaruhi pemilih yang belum menggunakan hak suaranya.

MK khawatir saat hasil quick count langsung dipublikasikan, ada sejumlah masyarakat yang belum menyalurkan hak pilihnya di wilayah Indonesia barat.

"Pengumuman hasil penghitungan cepat demikian, yang karena kemajuan teknologi informasi dapat dengan mudah disiarkan dan diakses di seluruh wilayah Indonesia, berpotensi memengaruhi pilihan sebagian pemilih yang bisa jadi mengikuti pemungutan suara dengan motivasi psikologis “sekadar” ingin menjadi bagian dari pemenang,"ucap Hakim Enny Nurbaningsih saat membacakan putusan.

Selain itu, MK juga mempertimbangkan kemungkinan lembaga survei dan media yang mempublikasikan hasil quick count berafiliasi dengan pasangan calon tertentu.

Pertimbangan lainnya, quick count bukanlah bentuk partisipasi masyarakat yang sepenuhnya akurat karena di dalamnya masih mengandung rentang kesalahan (margin of error).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com